Assalamualaikum.. welcome to my blog, guys..!! ^_^

Adsense

Friday, July 27, 2012

Cerpen: Satu Kelas


Aku ngak pernah ngebayangin soal punya cowok yang ternyata, si doi adalah teman satu kelas sendiri. Hah? Kenapa ngak? Yup, itulah yang terjadi padaku. Sebelumnya, perkenalkan. Nama aku Indri. Aku tipe-tipe cewek manja. Maklum anak tunggal. Aku sekarang  kelas paling sepuh dalam dunia per-SMAan yang sekarang suka alergian (settt.. jangan keras-keras ya) yang mulai kenal cowok dan bener-bener mau pacaran.
Nah, agak sedikit ekstrim, nih. Kenapa ngak? Ujian kelulusan sudah di depan mata.  Urusan soal main-main dan ehm.. pacaran, udah seharusnya dibuang jauh-jauh. Tapi itu ngak berlaku buat aku. Hidup dalam dunia para Jomblowers, buat aku ngak-ngak kuat (baca dengan nada lagu 7 Icon). Pengennya, sih ngak mau pacaran dulu. Tapi akhirnya tembok keimananku telah dirobohkan oleh sosok terang dalam kegelapan. Ya.. dialah si doi, Bag namanya.
“Bag.. nih, cewek lo ngelamun mulu. Ngak mau kerja..” teriak Rara, teman satu kelompok aku.
“Please, deh. Ngak usah bawa-bawa cowok segala” hardikku dengan bibir monyong 1,5 cm.
Ini, nih. Deritanya kalau punya cowok satu kelas. Mending satu sekolah tapi beda kelasnya. Si doi bakalan ngak tahu belangnya kita kalau di kelas. Nah kalo aku? Aku hanya berseru. “enjoy aja”
“Lok, kerja, dong,” Bag memanggilku dengan sebutan Tolok, yang sampi sekarang aku ngak tahu dari kata apa kata Tolok itu diambil, “jangan diem aja, cuma gara-gara aku ngak satu kelompok sama kamu, kamu jadi males-malesan gini” hah.. suaranya terdengar merdu sekali di telingaku. Sebenarnya, bukan masalah itu sih buat aku males-malesan. Tapi emang aku ngantuk, gara-gara begadang semalaman nonton TV bareng papa. Aku yang sedari tadi merapatkan pipi dengan meja, masih memegang teguh prinsip kemalasan dari sepupuku, “telinga tuli, mata buta” yang membuatku tak segera bangkit dari meja kelompokku.
Setelah mungkin lelah dengan jarinya yang sedaritadi menggelitik pinggangku mulai berhenti. Samar-samar aku dengar si doi bergumam, “hem.. kayaknya lupa nih, gimana teriakan pak Baria” pak Baria itu pelatihku yang berpangkat letnan ketika aku menjadi paskibraka daerah Agustus yang lalu. Badannya yang tinggi, kekar dan gagah begitu ditakuti para paskibraka, walaupun terkadang, wajahnya yang sedikit ganteng bisa memesona para paskibra wanita.
Aku masih saja diam, tapi tiba-tiba..
“Siap… Grakkk…”
Seketika suasana dalam kelas diam tanpa suara. Dengan gelagapan, aku mulai menegakkan badanku. Dan mencari di mana asal suara yang menggelegar itu. Oh.. Bag..
Bag sudah berdiri tegap tepat di belakangku. Aku yang duduk dan Bag yang berdiri, begitu tak singkron jika dipandang. Tingginya yang menjulang 179 cm sedangkan aku yang hanya 160 cm dikurangi 20 cm karena posisiku yang duduk di bangku makin membuatku raib di depannya.
“Ih.. kaget tau..” kataku sambil bermanja-manja.
“Lanjutkan bekerja, jangan malas-malasan. Kerjakannn…” teriaknya kemudian dengan gayamiliter si doi balik kanan dan langkah tegap. Hah? Kesambet apa tuh orang, ya? Gumamku dalam hati. Aku makin ngak bisa mikir dengan cowokku ini. Si doi seperti punya kepribadian ganda. Terkadang selengekan, garang, overprotective, dan juga penyabar. Tapi ngak dengan yang satu ini. Apa itu? Romantis.
Aku coba kejar si doi yang hampir sampai ke meja kelasnya.
“Yang, kamu kenapa, sih? Aku itu..” belum sempat aku coba berargumen, si doi kembali bertingkah.
“Laporan diterima, kembali ketempat, sekarang..” si doi langsung cabut dan meninggalkan aku begitu saja.
“Tuh, kelakuan cewek lo, Bag.. Bag.. pasangan yang aneh..” seru salah satu teman sekelasku.
***
Si doi sering sekali bertandang ke rumahku. Bukan karena apa-apa. Aku dan si doi memang sudah komitmen akan selalu menjalin tali perpacaran selagi kami bisa saling bersama.
“Yang, sebentar lagi kan kita mau lulus. Kamu jadi gak kuliahnya?” katanya setelah menenggak segelas air putih pembatal puasa tirakat Senin Kamis kami.
“Ya, aku mau kuliah. Ke Malang tepatnya. Doain aku, ya. Aku juga bakalan doain kamu supaya jadi polisi sukses. Kayak Polteng yang sering muncul di Tv itu” candaku mengawali topik malam ini.
“Ye, aku ngak mau..”
“Loh, kenapa? Kan bagus, jadi artis?”
Bag diam sejenak. Tarikan nafasnya begitu berat aku dengar, “aku mau buat orangtuaku bangga dengan usahaku. Jadi seorang polisi…” bijak sekali kata-katanya. “Indri..” hah? Dia sebut nama aku?
“Sebentar lagi kita bakalan pisah. Kita ngak sekelas lagi.. kayak sekarang” nada bicaranya terdengar melemah. Aku yakin hatinya sakit sekali.
“Aku ngak apa-apa, Bag. Yang penting kamu sukses, bisa jadi polisi. Kalau kamu seneng, aku pasti ikut seneng” tapi jika kau tahu apa yang sebenarnya aku inginkan, aku tak ingin pisah dengamu, Bag.
“Tapi aku bakalan kangen berat sama kamu. Aku bakalan kehilangan..”
“Hahh…” aku teriak sebelum si doi selesai bicara, “aku masih hidup, belum mati”
“Hu.. mulai deh Toloknya. Sering nonton sinetron, nih,” sambil dia mencolek hidungku sehingga kacamataku melorot tak karuan, “aku belum selesai bicara”
“Hehehe… maaf..” jawabku sambil meringis ngak penting.
“Aku bakalan kehilangan..” mataku menatap tajam ke matanya. Apa? Tanyaku dalam hati.
“Bakalan kehilangan orang yang aku cubitin tiap hari di kelas…” ribuan cubitan maut mendarat di wajah dan bahuku. Tawa tak bisa kami bendung lagi. Sembari si doi mencubitiku, aku berfikir. Ngak akan ada teriakkan dan cubitannya di kelas. Aku akan merindukan hari-hari satu kelas bersamanya. Satu kelas yang penuh makna. Dipisahkan Tuhan karena tujuan cita-cita yang berbeda. Tetapi aku yakin, suatu saat nanti tangan Tuhan akan menyatukan satu kelas itu kembali.

(untuk my little auntie, semoga bahagia selalu )

No comments:

Post a Comment