Assalamualaikum.. welcome to my blog, guys..!! ^_^

Adsense

Thursday, August 30, 2012

Seperti Manisnya Strawberry




Hidup itu seperti layaknya buah strowberi, asam.. manis. Ya, itu rasanya. Paham itu diyakini oleh Ranishia, cewek cuek yang begitu menggemari buah strowberi. Strowberi, identik dengan gadis-gadis cantik nan feminim. Tapi itu jadi tak berlaku jika melihat Ranishia yang memiliki sifat tomboi layaknya anak laki-laki.

“Husss... nglamun aja kamu, Ran!” bentak Fatimah yang tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba nonggol di belakang Ranishia. Mata Ranishia terbelalak seperti ingin keluar dari tempurung kepalanya.
Tetapi, ia tetaplah Ranishia yang cuek. Ada demo, kebakaran, bahkan perang duniapun ia tak akan goyah dengan kejutan apapun. Ranishia sejenak hanya memandang Fatimah dengan ekspresi datar. Lalu dengan tanpa dosa diraihnya sebuah strowberi dari kotak bekal yang ia letakkan di pangkuannya.
“Aku bete banget hari ini, Mah” ujarnya sambil memasukkan sebuah strowberi ke dalam mulutnya.
“Bete kenapa? Perasaan kamu itu tiap hari bawaannya bete.. melulu”
“Aku dari tadi kena sial aja. Mulai berangkat tadi ban angkot yang aku tumpanggi bocor sampai telat masuk kelas, lah. Buku PR aku ketinggalan, lah. Ulangan dapat bangku depan, lah. Sampai-sampai nih lihat,” ditunjukkannya selembar kertas ulangan dengan garis-garis memalukan yang menghiasi setiap nomor-nomor soal tepat ke arah wajah Fatimah.
Tawa dari mulut fatimah sudah tidak bisa di tahan lagi. Ia lepaskan tawanya yang hampir membuat sakit perutnya karena menahan rasa geli melihat kertas ulangan Ranishia.
“Seneng... seneng... ya lihat temen sendiri terpuruk dalam kelamnya hidup di dunia yang fana ini”
“Ih bahasamu, Ra. Maaf maaf... aku ngak kuat lihat ekspresi wajah kamu yang lucu itu. Tapi santai kawan. Ingat, seperti filosofi buah strowberi. Seperti rasa strowberi, dunia itu menyimpan rasa manis dan asam yang pasti akan dirasakan oleh seluruh makhluk di bumi ini. Itu kan yang sering kamu katakan ke aku. Ah... jangan belagak amnesia, deh.” Kata Fatimah yang mencoba menyadarkan sahabat baiknya itu.
Layaknya seorang ibu yang menenangkan anaknya, Fatimah dengan penuh kasih sayang mengusap-usap punggung Ranishia. Tetapi Ranishia merasa geli dengan perlakuan Fatimah kepadanya.
Di singkirkannya tangan Fatimah dari pundaknya, “geli tau...” Ranishia meninggalkan sahabatnya itu ke luar kelas. Ranishia ingin menenangkan pikirannya. Kemana lagi, kantin tujuannya.
Di kantin ia hanya duduk di salah satu warung bakso yang paling laris di Madrasahnya. Tanpa harus menanyainya, pak Toro, penjual bakso itu tahu bahwa Ranishia hanya ingin duduk di warungnya saja.
“Hah... asem melulu rasanya...” di kunyahnya satu persatu strowberi yang ia selalu bawa. “Kapan manisnya kerasa?” ia selalu marah-marah tak jelas hanya karena srowberinya yang tidak bisa memuaskan hatinya yang sedang galau itu.
“Jangan hanya yang merah saja yang kamu makan, belum tentu yang berwarna segar saja yang manis rasanya.” Seorang murid laki-laki dengan wajah rupawan datang menghampirinya.
Penampilannya rapi, dan Ranishia sepertinya baru melihat laki-laki itu.
“Aku belum pernah melihat kamu sebelumnya, betulkah?” tanya Ranishia.
“Betul banget, aku anak baru di sini. Nama ku Yusuf, aku kelas X. Salam kenal, ya.”
“Aku Ranishia, panggil saja aku Rani. Salam kenal.” Ia ingin berjabat tangan dengan Yusuf, tapi Yusuf menolak uluran tangan Ranishia dengan tetap mengapitkan kedua telapak tangannya di depan dada.
“Oh, maaf. Lupa.” Ujarnya sambil malu-malu. Ah.. masih ada ternyata anak muda yang masih menjunjung tinggi martabat kesuciannya. Mata Ranishia tak bisa lepas ke arah Yusuf. Astaqfirullah...
“Kamu suka makan strowberi, ya?”
“Ah... iya suka banget. Kamu?”
“Aku juga, kebetulan ayahku punya usaha perkebunan strowberi di Bandung. Jadi aku sudah tidak aneh dengan strowberi. Dan tahu tidak, kalu strowberi itu ternyata bisa menenangkan fikiran jika kita stres, lo. Nih, aku pinjami kamu buku ini”
Buku dengan cover depan bergambar strowberi itu membuat Ranishia tergiur dengan gambar strowberi yang begitu besar dan segar.
“Kamu baca buku ini. Buku ini berisikan semua tentang strowberi. Jangan bilang kamu pecinta strowberi jika belum tahu apa itu stroberi. Oke, kamu ambil saja, aku masih punya di rumah.”
“Iya terimakasih,” dada Ranishia berdebar dengan cepat. Yusuf kemudian berpamitan untuk kembali ke kelasnya. Dirasa sudah cukup jauh Yusuf meninggalkannya, denagn hati yang tak menentu, di bukanya dengan perlahan. Betapa terkejutnya ia, melihat tulisan tangan yang terulis
Filosofi buah strowberi.
Seperti rasa dalam buah strowberi, dunia itu menyimpan rasa manis dan asam yang pasti akan dirasakan oleh seluruh makhluk di bumi ini.
Yusuf ternyata juga menyenaggi filosofi Strowberi sepert dirinya. Dalam hati ia berkata,
Aih... inikah rasa manis itu, bahkan ini lebih manis daripada rasa sebuah strowberi termanis di seluruh dunia.

No comments:

Post a Comment