Assalamualaikum, sahabat muslim.. Bertemu dengan Ifah lagi, nih. Ifah harap, teman-teman semua dapat senang dengan tulisan-tulisan di blog "Rumah Ifah" ini. Nggak hanya terhibur tapi bisa dapat manfaat juga. Nah, pada kesempatan kali ini Ifah mau berbagi ilmu dari seorang tokoh besar. Sahabat muslim pasti sudah nggak asing dengan nama ini, Al Ghazali, bukan.. bukan.. bukan nama anaknya musisi Ahmad Dhani, tapi seorang ahli filsafat muslim yang booming di masanya hingga kini.
Sebenarnya ini adalah tugas makalah untuk mapel SKI Ifah, sahabat. Tapi berhubung tugasnya sudah jadi dan barusan tadi dikumpulkan, Ifah mau share sahabat semua tentang Biografi singkat Al Ghazali. Sebelumnya Ifah mau berterima kasih untuk semuanya, khususnya teman-teman satu kelompok Ifah yaitu Devi, Dinda, Citra dan Jamal, akhirnya selesai juga tugas kita. Dan Ifah mau izin ngeshare makalah ini, ya. Semoga bisa bermanfaat buat sahabat muslim yang lain. Oke, nggak usah lama-lama, ini dia hasil makalah Ifah dan teman-teman. Wasalamualaiku..!!
PENDAHULUAN
Al-Ghazali, sudah tak asing
lagi jika kaum muslimin mendengar nama sosok yang satu ini. Ia adalah
tokoh terkemuka dalam kancah filsafat dan tasawuf. Ia juga memiliki pengaruh
dan pemikiran yang telah menyebar ke seantero dunia, terkhususnya dunia Islam.
Sosok Al-Ghazali
mempunyai keistimewaan yang luar biasa. Ia seorang ulama, pendidik, ahli pikir,
dan pengarang yang produktif. Karya tulisnya ini tidak sedikit yang
dialihbahasakan ke dalam berbagai bahasa di Eropa.Al-Ghazali adalah sosok yang
banyak melakukan perjalanan ke berbagai daerah yang begitu luas. Ia telah
menggeluti pemikiran-pemikiran, mengkaji dengan detail filsafat dan teologi,
sufi, bahkan ajaran-ajaran mistik gereja Kristen.
Ironisnya sejarah dan
perjalanan hidupnya masih terasa asing. Kebanyakan kaum muslimin belum
mengetahui secara lengkap sejarah hidup dan pemikiran-pemikirannya yang
berharga yang tersebar dalam karya tulisnya.
Al Ghazali sebagai
pemikir besar Islam yang hidup pada masa di mana jiwa keIslamam dalam keadaan
sangat merosot, pada saat itu terjadinya krisis keimanan pada pokok-pokok
kenabian dan hakekat serta pengamalan ajaran-ajaran agama. Dengan penafsiran
filosofisnya, Al Ghazali memberikan pemikiran yang berpusat pada Islam, tidak
seperti filsuf Islam sebelumnya yang banyak tertuju pada masala-masalah klasik
yang terdapat dalam pemikiran Yunani.
BIOGRAFI SINGKAT
Nama lengkapnya adalah Miuhammmad bin Muhammad bin Muhammad
bin Ahmad Abu Hamid Al Ghazali. Al Ghazali di lahirkan pada tahun 450 M di
Thus, suatu kota yang terletak di Khurosan. Ia mendapat julukan Abu Hamid
karena salah seorang putanya yang meninggal sewaktu masih kecil, bernama Hamid.
Ia terkenal dengan sebutan “Al-Ghazzali” dan “Al-Ghazali”. Sebutan
“Al-Ghazzali” didasarkan pada pekerjaan dan keahlian bapak dan kakeknya yaitu
menenun. Adapun sebutan “Al-Ghazali” didasarkan pada daerah Ghazalah di Thusi,
Khurasan, Persia (Iran), tempat kelahiran beliau. Ini dikuatkan oleh Al Fayumi
dalam Al Mishbah Al Munir. Ada juga yang mengatakan penisbatan namanya ini
kepada salah seorang keturunan Al Ghazali yaitu Majdudin Muhammad bin Muhammad
bin Muhyiddin Muhamad bin Abi Thahir Syarwan Syah bin Abul Fadhl bin
Ubaidillah. Anaknya Situ Al Mana bintu Abu Hamid Al Ghazali yang mengatakan,
bahwa telah salah orang yang menyandarkan nama kakek kami tersebut dengan ditasydid
(Al Ghazzali).
Al Ghazali adalah anak seorang pembuat kain
dari bulu (wol), tetapi Al Ghazali tidak diasuh oleh ayahnyanya sampai dewasa,
dikarenakan sang ayah meninggal dunia. Ayahnya wafat saat Al-Ghazali kira-kira
berusia 6 tahun. Setelah ayahnya meninggal dunia, dia diasuh oleh seorang ahli
tasawuf.
Al Ghazali sudah mulai
belajar fikih sejak masih kecil, dia belajar fikih di negara kelahirannya
kepada Syeh Ahmad Bin Muhammad Arrasikani, kemudian belajar pada Imam Abi Nasar
Al Ismaili di negeri Jurjan. Setelah mempelajari beberapa ilmu di negerinya,
maka ia berangkat ke Nishabur dan belajar pada Imam Al Haromain. Sejak belajar bersama
Imam Al Haromain, ketajaman otak Al Ghazali sudah mulai terlihat, sehingga
dengan mudah dapat menguasai ilmu-ilmu yang menjadi ilmu pokok pada saat itu,
seperti mantiq (logika), filsafat dan fikih mazhab Syafii. Sehingga Imam
Al Haromain menjulukinya dengan sebutan lautan tak bertepi.
Setelah wafatnya imam Al
Haromain, Imam Al Ghazali pergi ke Al Ashar untuk bersilaturrahmi kepada
menteri Nizam Al Muluk, seorang menteri dari pemeritahan dinasti Saljuk.
Di sana dia disambut dengan penuh penghormatan sebagai ulama dan ilmuan besar. Ketika
berkumpul dengan para ulama dan cendikiawan, mereka semua mengakui ketinggian
ilmu yang dimiliki oleh Al Ghazali. Al Ghazali dilantik menjadi seorang guru
besar di sebuah perguruan tinggi nizamiah yang terletak di kota Bagdad,
pelantikan ini dilakukan oleh menteri Nizham Al Muluk pada tahun 484 H/ 1091 M.
Al Ghazali mengajar di perguruan tinggi ini selama empat tahun.
Pengangkatannya ini
terjadi saat Al-Ghazali berusia tiga puluhan tahun, didasarkan atas reputasi
ilmiahnya yang begitu hebat.
Di kota Bagdad, nama
Al-Ghazali semakin populer. Ia banyak dikunjungi orang untuk ditimba ilmunya,
dan mereka mengagumi kuliah dan dialog-dialognya, sehingga reputasi dan
kharismanya mengalahkan para gubernur, para menteri, dan istana khilafah
sendiri. Di sini pula ia mulai berpolemik dengan golongan Ta’limiyah/Bathiniyah
Isma’iliyah dan kaum filosof. Setelah meneliti filsafat dan menyusun
kitab-kitab hasil penelitiannya ini, ia mengalihkan perhatiannya pada
Ta’limiyah untuk menemuka ilmu yaqini sekaligus menjalankan tugas dari
Khalifah untuk menyusun buku tentang hakikat mazhab mereka. Prestasi dalam melikuidasi
pemikiran kaum Bathini ini memperkokoh gelar Hujjat al-Islam.
Al-Ghazali memang Hujjat
al-Islam.Ia membela Islam dalam menolak orang-orang Nasrani, juga
serangannya terhadap kaum Bathini dan kaum filosofi. Ia membentengi mazhab
al-Asy’ariyah, walaupun ia mengritik kajian teoritik yang dilakukan oleh kaum
Mutakallimin dan sikap mereka yang berlebih-lebihan dalam berdebat dan
bermusuhan.
Pada tahun 288 H. Al
Ghazali pergi ke Syam, setelah terlebihl dahulu menunaikan rukun iman yang ke
lima (haji di tanah suci Makkah), Al Ghazali kemudian melanjutkan
perjalanannnya ke Damaskus (Siriya) disinilah Al Ghazali menetap untuk beberapa
lama. Di Damaskus Al Ghazali sering sekali beribadah di masjid Al Umawi sehingga
pada saat ini, masjid tersebut diubah namanya menjadi masjid Al Ghazali.
Di sini juga Al Ghazali menulis sebuah buku yang sangat pamilier dikalangan
ummat islam Indonesia, yaitu kitab ihya ulumu Addin.
Setelah tinggal di
Damaskus selama sepuluh tahun Al Ghazali menyelesaikan tulisannya kemudian kembali
ke Bagdad, dia kemudian mengajarkan isi kitabnya di majlis-majlis taklim. Karena
mengetahui Al Ghazali sudah kembali ke Bagdad, Muhammad penguasa pada saat itu
meminta Al Ghazali untuk kembali ke Naisabur dan mengajar di perguruan
Nizamiyah. Dia mengajar di sana selama dua tahun, setelah itu dia pulang dan
kembali ke kampung halamannya di Thus. Al Ghazali kemudian mendirikan
sebuah sekolah untuk mendidik para pukaha dan mutahawwifin (orang yang
ahli dalam bidang tasawuf). Di kampung halamannya inilah Al Ghazali meninggal
dunia, pada tahun 505 H/ 1111 M, pada usia 55 tahun.
RIWAYAT PENDIDIKAN & KITAB KARYA
Pada tingkat dasar, beliau mendapat
pendidikan secara gratis dari beberapa orang guru karena kemiskinan
keluarganya. Pendidikan yang diperoleh pada peringkat ini membolehkan beliau
menguasai Bahasa Arab dan Parsi dengan fasih. Oleh sebab minatnya yang mendalam
terhadap ilmu, beliau mula mempelajari ilmu ushuluddin, ilmu mantiq, usul
fiqih, filsafat, dan mempelajari segala pendapat keeempat mazhab hingga mahir
dalam bidang yang dibahas oleh mazhab-mazhab tersebut. Selepas itu, beliau
melanjutkan pelajarannya dengan Ahmad ar-Razkani dalam bidang ilmu fiqih, Abu
Nasr al-Ismail di Jarajan, dan Imam Harmaim di Naisabur. Oleh sebab Imam
al-Ghazali memiliki ketinggian ilmu, beliau telah dilantik menjadi mahaguru di
Madrasah Nizhamiah (sebuah universitas yang didirikan oleh perdana menteri) di
Baghdad pada tahun 484 Hijrah. Kemudian beliau dilantik pula sebagai Naib
Kanselor di sana.
Beliau telah mengembara ke beberapa
tempat seperti Mekkah, Madinah, Mesir dan Jerusalem untuk berjumpa dengan
ulama-ulama di sana untuk mendalami ilmu pengetahuannya yang ada. Dalam
pengembaraan, beliau menulis kitab Ihya Ulumuddin yang memberi sumbangan besar
kepada masyarakat dan pemikiran manusia dalam semua masalah.
Al Ghazali sudah menulis
beberapa kitab yang sangat memberikan sumbangsih bagi kehidupan. Sebagai
seorang filsuf, Al Ghazali banyak mengkritik pendapat-pendapat filsuf yang
dianggapnya rancu. Dia mengkritik para filsuf (al farabi dan ibnu sina) dalam
bukunya yang berjudul tahafut al
falasifah, dalam memberikan jawaban terhadap kritik Al Ghazali ini,
ibnu rusyd menulis buku yang berjudul tahafut al tahafut. Di Damaskus Al
Ghazali menulis sebuah buku yang sangat familier dikalangan ummat Islam
Indonesia, yaitu kitab ihya ulumuddin.
Kitab ini berisi ajaran tentang Adab, ibadah, tauhid, akidah dan
tasawuf yang sangat mendalam. Kitab ini merupakan hasil perenungan yang
mendalam dari Imam Ghozali tentang berbagai hal, khususnya tentang pensucian
hati.
Selain itu, kitab-kitab
yang telah ditulis oleh Imam Al Ghazali terhitung banyak sekali dan jika
dihitung kira-kira melebihi 200 buah. Namun, yang masih dikenal hingga kini
hanya kira-kira 50 buah saja. Di antaranya,
Teologi
1. Al-Munqidh min adh-Dhalal
2. Al-Iqtishad fi al-I`tiqad
3. Al-Risalah al-Qudsiyyah
4. Kitab al-Arba'in fi Ushul ad-Din
5. Mizan al-Amal
6. Ad-Durrah al-Fakhirah fi Kasyf Ulum
al-Akhirah
Tasawuf
1. Ihya Ulumuddin
2. Kimiya as-Sa'adah
3. Misykah al-Anwar
Filsafat
1. Maqasid al-Falasifah
2. Tahafut al-Falasifah, buku ini membahas
kelemahan-kelemahan para filosof masa itu, yang kemudian ditanggapi oleh Ibnu Rushdi
dalam buku Tahafut al-Tahafut
Fiqih
1. Al-Mushtasfa min `Ilm al-Ushul
Logika
1. Mi`yar al-Ilm
2. al-Qistas al-Mustaqim
3. Mihakk al-Nazar fi al-Manthiq
SUMBANGAN PADA DUNIA ISLAM
Al ghazali adalah ilmuan yang tidak pernah puas dengan ilmu
yang dimilikinya, ini dapat dilihat dari sikapnnya yang slalu ingin menguasai
segala bidang.Sebagai seorang filsuf, Al Ghazali kerap kali meragukan semua
macam pengetahuan, kecuali yang berrsifat indrawi dan pengetahuan hakikat.Karna
skeptis yang begitu tinggi, sampailah Al Ghazli pada titik kulminasi terendah,
yaitu meragukan semua macam ilmu, baik yang bersfat empiris, hakekat, maupun
indarawi. Sebagaimana yang ia tulis dalam ktab AlMugidz yaitu:
sikap skeptic yang menimpa diriku dan
bertahan lama, telah berlangsung dengan suatu keadaan, dimana diriku tidak
mempercayai terhadap pengetahuan indrawi, bahkan keraguan ini semakin mendalam, dengan
perktaannya bagamana pengetahuan indrawi itu dapat dterima. Sepeti halnya
pengelihatan, sebagai indra yang terkuat. Ketika engkau melihat bayangan
disangkanya diam, tidak bergerak. Tetapi dengan eksperimen dan analisa, setelah
beberapa saat kau melihat bayangan itu bergerak, meskipun tidak sekaligus,
melainkan perlahan-lahan sedikit demi sedikit, sehingga diketahui sebenarnya
bayangan itu tidak kenal diam, demikian pula jika kamu melihat bintang, maka
dikira dia kecil sebesar uang dinar, tetapi bukti sebenarnya bahwa bintang itu
lebih besar dari bumi,
Demikianlah krisis yang
menimpa Al Ghazali sampai-sampai tidak dapat memercayai pengetahuan indrawi,
pada pase selanjutnya, Al Ghazali bahkan tidak dapat meyakini pengetahuan yang
didapat dari akal.
Untuk mengobati hal ini,
pada akhirnya Al Ghazali kemudin mendalami tasawuf, maka datinglah Al Ghazali
dan menmasukkan tsawuf dalam pangkuan islalm.Tetapi Al Ghazali tidak masuk
kedalam tasawuf inkarnasi dan pantheisme karna dia tetap yakin
dengan hakekat kebenaran ajaran Islam, oleh karna itu, buku-buku yang
ditulisnya pun tidak keluar dari Al Quran dan Assunnah.
Memang sebenarnya sukar
untuk menyebutkan sikap Al Ghazali tersebut dengan tasawuf , dan boleh
jadi nama yang tepat adalah subyektivismus (keperibadian), sebagaimana
yang disebutkan oleh J. Obermen, dalam bukunya der philosophischeund
religious subyektivismus ghazalia ( keperibadian filsafat dan agama pada al
ghazali). Pengetahuan yang ada pada Al Ghazali adalah berdasarkan
pengetahuan yang memancar dalam hati, bagaikan sumber air yang bersih/jernih,
bukan dari penyelidikan akal, tidak pula dari argument-argumen ilmu kalam dalam
dunia Islam.
PENDAPAT PENULIS
(RANGKUMAN)
Seorang Imam Al Ghazali
begitu sangat berpengaruh dalam aspek dunia filsafat Islam dan dunia. Dalam
filsafat ilmu Al-Ghazali terdapat sedikitnya tujuh prinsip penerapan ilmu,
yaitu: 1) prinsip objektivitas-kontekstualitas (namun tetap mempertimbangkan
konteks sesuai tuntutan norma-norma etis-yuridis), 2) prinsip ilmu untuk amal
dan kebahagiaan, 3) prinsip prioritas, 4) prinsip proporsionalitas, 5) prinsip
ikhlas, 6) prinsip tanggung jawab moral dan profesional, dan 7) prinsip kerja
sama ilmu dengan politik.
Bila dianalisis dari kelima aspek, yaitu orisinalitas,
korespondensi, koherensi-konsistensi dan karakteristik bentuk logika,
implikasinya bagi perkembangan ilmu, dan konsekuensinya bagi perkembangan
praksis manusia, pemikiran Al-Ghazali layak dikatakan sebagai filsafat.
Hakikat
ilmu menurut Al-Ghazali adalah dihasilkannya salinan objek pada mental subjek
sebagaiman realitas objek itu sendiri, dinyatakan dalam bentuk proposisi
berdasarkan metode ilmiah tertentu untuk kemajuan dan kebahagiaan manusia.
Ontologi ilmu filsafat
Al-Ghazali mencakup dunia fisis, dunia proses mental, dunia metafisis, dan
realitas mutlak. Sumber ilmunya mencakup empiri sensual, penalaran rasional,
dan wahyu yang bukti kebenarannya berakar pada realitas empirik-rasional.
Epistemologi sistem
Sembilan Tahap yang terdiri atas tiga fase, yaitu fase pra-penelitian
(penetapan prinsip-prinsip ilmiah), fase epistemologi I (penalaran rasional
berdasarkan data empirik-sensual atau teks wahyu), dan fase epistemologi II
(penyingkapan) melalui latihan dan perjuangan berupa pembersihan diri dari
segala sifat dan akhlak tercela, pengisian diri dengan dengan akhlak terpuji,
termasuk dzkikir dan meditasi.
PENUTUP (KESIMPULAN DAN SARAN)
Sebuah
kebanggaan kita sebagai muslim dapat memiliki tokoh sehebat Imam Al Ghazali.
Dedikasi serta sumbangsihnya dalam kemajuan ilmu filsafat dunia banyak
dihasilkan dari tangan dinginnya. Sosok Al Ghazali sangat patut kita jadikan sebagai
cerminan seorang muslim yang memiliki pemikiran maju dan kecerdasan dalam
berpikir positif.
Dari
semuanya yang telah dihasilkan oleh Al Ghazali sebaiknya dapat kita terapkan
seperti berbagai metode ilmiah tertendu demi kemajuan dan kebahagiaan umat
manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Saeful. 2007. Filsafat Ilmu Al-Ghazali: Dimensi
Ontologi dan Aksiologi. Bandung, Pustaka Setia
Madkour, Ibrahim. 1995. Fi al-Falsafah al-Islamiyyah:
Manhaj wa Tatbiqub al-Juz al-Sani. Terjemahan oleh Yudian Wahyudi Asmin
dengan Judul Aliran dan Teori Filsafat Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Smith, Margareth. Al-Ghazali-The Miystic. 2000. Terjemahan
oleh Amrouni dengan judul Pemikiran dan Doktrin Mistis Imam Al-Ghazali.
Jakarta: Riora Cipta
Supriadi, Dedi.2009. Pengantar Filsafat Islam: Konsep,
Filsuf, dan Ajarannya. Bandung: Pustaka Setia
Zar, Sirajuddin. 2010. Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya.
Jakarta: Rajawali Pers
No comments:
Post a Comment