Indonesia ada karena masyarakatnya. Hasil perjuangan para pahlawan terdahulu untuk membela tanah air mereka. Lantas aku bertanya, "untuk siapa mereka berjuang, Kek?" kataku sambil menatap Kakek takzim. Ceritanya sungguh menggugah semangatku pagi ini. Kata Kakek, dulu istilah Tamtama.. Bintara.. kadang nggak dibutuhin. Jabatan apapun asalkan berani turun medan, dia akan jadi pahlawan. Pahlawan di negaranya sendiri. "Ya, untuk kamu," tunjuk Kakek tepat di hidungku.
"Aku?"
Kakek mengangguk, "hem, negara ini untuk kamu dan teman-teman kamu. Pemuda penerus bangsa," katanya sambil tersenyum. Kata Kakek, para pejuang dulu ingin mersakan memiliki negaranya sendiri. Merdeka dari penjajah. Berdiri tenang di negaranya sendiri. Sekarang dan untuk anak cucu mereka nanti.
Kata Kakek, dulu nggak peduli tinggi badan 165cm atau lebih untuk jadi prajurit pembela negara, yang penting punya keyakinan tinggi untuk membela tanah air bebas dari segala macam jajahan. Aku bingung, "kenapa nggak minta bantuan saja, sih, kan nggak mudah?" ku sandarkan punggugku lebih mendekat ke rengkuhan Kakek. "Ini bukan perkarang mudah atau tidaknya. Ini menyangkut hargadiri bangsa. Bangsa kamu,"
"Aku?"
Dan kata Kakek, kalau bicara soal berjuang, dulu nggak pernah mandang umur.
Yang tua dan yang muda terserah, mau ikut berjuang atau tidak.
Pokoknya.. meski umur lewat yang penting negara selamat. "Walaupun masih muda?" kataku dengan polos. Bukannya menjawab, Kakek lantas berdiri tegap, seperti menemukan citranya terdahulu yang sempat hilang, "kamu!!"
Aku mulai geram. Tidak seperti biasanya Kakek bercerita seperti ini. "Kakek.. kenapa, sih? Sejak tadi, Kakek bilang KAMU.. KAMU.. dan KAMU.. terus. Sebenranya ada apa sama aku dan negara ini, Kek?" tanyaku sedikit tidak sopan. Aku tahu itu.
Tiba-tiba Kakek melihatku. Menatap mataku dan berkata, "negara ini butuh kamu. Kamu pemuda yang dimiliki bangsa ini. Kamu yang bisa meneruskan perjuangan pahlawan kita terdahulu," suara Kakek serang menahan energi semangat yang hampir meledak.
"Meskipun banyak pemuda yang tidak tahu siapa negaranya, tapi Kakek percaya, masih ada pemuda yang berani berjuang demi mengisi kemerdekaan negara Indonesia. Negara kamu," dipegangnya kedua pundakku erat-erat. Mata Kakek tampak berkaca-kaca. Kakek menangis.
Ku sapu air mata harunya, ia tersenyum bangga. Aku tahu sekarang. Kembali kutatap mata tua Kakek lekat-lekat, "Kakek?"
"Hm,"
"Apakah pemuda itu.. aku?"
Sejenak hening, "Iya,"[]
Cerita singkat ini spesial Ifah tulis untuk memperingati hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2013. Ifah menghimbau untuk kalian semua yang mengaku PEMUDA, kamu... kamu... iya, kamu.. Kamu PEMUDA yang dimiliki bangsa ini. Kita sama-sama berjuang, ya.. Semangat Sumpah Pemuda..!!! ^_^
No comments:
Post a Comment