Assalamualaikum.. welcome to my blog, guys..!! ^_^

Adsense

Tuesday, November 12, 2013

Cerpen Spesial Hari Ayah - Obat Demam, Segelas Air dan Roti Isi

Ini bukan masalah pergi atau bahkan ditinggalkan. Rasanya inilah yang mungkin terasa sangat berat bagi Ayah. Lari pontang-panting hanya mencari segelas air untukku. "Percaya, Ri, Ayah akan kembali lagi bawa obatnya," itu kata Ayah sebelum ia kembali berlari mencari segelas air yang sangat aku butuhkan. Pasti sulit menelan pil demam murahan yang pahitnya menghilangkan semua selera makanku itu. 

 Inilah sulitnya hidup di pinggiran kota sebagai masyarakat miskin. Kami cukup puas hidup berdua di sebuah rumah petak yang dikontrakkan seorang wanita tua keturunan Cina. Tidak ada anggota keluarga lain. Cukup ada aku dan Ayahku. Ibu sudah lama meninggal bersama kobaran api yang serta merta merenggut semuanya. Rumah, barang-barang berharga hingga nyawa Ibu juga ikut habis. Dengan spesial Tuhan memberiku kehidupan baru yang jauh lebih menyedihkan bersama Ayah.

Aku sakit sejak kemarin. Badanku mulai merasa menggigil selepas membantu Ayah mengumpulkan gelas-gelas plastik yang akan disetor kepada seorang pengepul barang-barang daur ulang. Kini Ayah bekerja di sana. Upahnya memang tak sebesar dulu ketika Ayah masih menjadi supir angkot. Yang penting kami masih cukup untuk makan walaupun rela melepas sekolahku demi bisa makan sehari tiga kali. 

Kami sudah hidup miskin sebelumnya, namun kini bukannya berubah malah makin parah. Sesekali Ayah memarahiku karena menggerutu sendiri karena merasa Tuhan tidak sekalipun membantu kehidupan kami. 

"Jangan marah karena tidak tahu jawabannya. Bukan berarti yang tidak ada benar-benar tidak ada. Seperti kita, kita punya rumah. Punya, Ri. Tapi sudah hangus, rata dengan tanah. Mangkanya tidak kelihatan. Sama seperti janji Allah. Pasti ada kebaikan meskipun kita tidak tahu sekarang itu semua ada atau tidak," dan.. itulah Ayahku. 

Setelah menunggu sambil berselimut kain lurik putih biru muda, Ayah datang terengah-engah membawa segelas besar air putih. "Ini minumlah, Ayah diberi sama Cik Ling. Roti ini juga. Katanya untuk kamu makan. Udah, gih, diminum obatnya," segelas air aku terima sekaligus dengan sepotong roti isi daging yang mungkin hampir kadaluarsa. Tidak sedikitpun senyum aku sunggingkan. "Diterima, ini rejeki," kata Ayah. Peluh sudah tidak bisa dibohongi. Wajah Ayah sudah seperti orang tidak mandi lima hari. Miris. Aku tidak kuasa melihatnya tersenyum dalam penderitaan ini. 

Ada kekecewaan di wajahnya ketika kuletakkan obat demam, air dan roti isi darinya itu. "Kenapa harus ada jalan untuk Ayah bisa mengobati sakit Suri kali ini? Kenapa nggak Ayah diam saja? Biar Suri mati saja, Yah," isakan-isakan kecil keluar dari mulutku. Tubuhku makin bergetar karena menahan sesak di dada. Kata-kata paling bodoh yang pernah aku ucapkan seumur hidupku. 

"Karena.. Tuhan masih ingin kita menyelesaikan tantanganNya. Ini belum selesai, Suri. Kamu tidak boleh menyerah di tengah jalan. Kita sudah sejauh ini. Kamu pengecut kalau menyerah dengan mudahnya. Ini bukan anak Ayah," Ayah sudah berlutut tepat di depan kasur kapas usang tanpa dipan. Ia mengusap air mataku dengan tangan kasarnya. Kurasakan bukti separah apa penderitaan Ayah. 

Kutepis tangannya dari wajahku, "ini bukan permainan, Yah. Ini penghakiman Tuhan. Tuhan tidak sayang dengan kita. Buktinya kita...," 
"Apa?" potong Ayah tiba-tiba, "menderita? jadi makin melarat? hidup tidak jelas? itu semua cuma penghias, Nak. Penghias. Kamu nggak lihat, Tuhan sayang, kok, sama kita. Lihat itu semua," Ayah menunjuk obat demam, segelas air dan roti isi yang baru saja aku tolak memakannya. 
"Tidak semua yang tidak ada benar-benar tidak ada. Kita merasa Tuhan tidak pernah sayang dengan kita itu semua salah. Kita merasa tidak mendapat apa-apa dari Tuhan itu semua salah. Itu semua.. itu semua buktinya. Tuhan masih peduli dengan kita, Nak. tuhan sayang kita. Jangan pernah kamu menghakimi Tuhan seperti itu lagi. Jangan pernah, Nak. Ayah mohon," dan.. inilah Ayahku sebenarnya. Pria bersahaja yang bisa rapuh hatinya. Kuat demi apapun. Meskipun ia harus hancur, tetap ia percaya, Tuhan akan selalu ada untuknya. Untuk aku. 

"Sekali lagi Ayah mohon. Kamu jangan pernah takut, Ayah.. ada untuk kamu. Meskipun nyawa taruhannya. Kamu harus tetap indah di hati Ayah. Tuhan sayang kamu, Nak. Ayah sayang kamu..," 

Semua kembali dengan caranya masing-masing. Jika belum saatnya, Tuhan tidak mau. Dengan tiga bukti cinta Ayah itu; obat demam, segelas air dan roti isi, memintaku untuk tetap hidup di sini. Bersamanya.. bersama Ayah..[] 

Seorang yang kalah dibanding Ibu. Ia kalah 3 - 1, teman. Tapi, lihatlah.. ia sebenarnya adalah pahlawan. Pria terhebat yang pernah ada dalam hidup kita. Biarlah ia kalah, tapi jika kamu sayang dengannya. Buat ia menang dalam hati kalian. Ayah.. kami ada dengan cintamu, dan dengan cinta kami ada untukmu.. SELAMAT HARI AYAH.. To Our HERO..!! :)

No comments:

Post a Comment