Malam penutupan |
Sejak di Malang, aku adalah satu-satunya anak yang bikin susah semua orang karena aku sakit.
Keluar dari ruang lomba, nasi kotak yang aku bawa keluar sudah kering dan dingin kayak di lemari es. Ya, aku nggak suka makanan yang sudah dingin, apalagi kering. Di saat perut kayak mau hancur, tawaran Pak Antok datang.
"Beli makan di bawah, ya, sama mas Rijal sama pak Gatot!"
Aku harus jawab apa? Mulut nggak enak, tapi perut juga laper. Dipaksa beberapa kali, keputusannya adalah, Mas Rizal dan Pak Gatot turun buat beli nasi putih aja dan teh hangat (yang akhirnya ganti jeruk karena teh nggak ada). Aku akhirnya makan dengan perasaan super nggak enak. Mbak Aida mati-matian nemanin aku sambil nunggu Mbak Intan yang belum selesai.
Pulang dari lomba, kami dihadapkan dengan keputusan sulit (aduh bahasanya). Di Tuban, Pak Har menghendaki kami langsung pulang setelah lomba selesai tanpa menunggu keputusan pemenang. Tapi di sisi lain, panitia dengan halus seperti mengancam untuk kami tidak meninggalkan Malang sampai acara penutupan nanti malam. Ya Allah!
Badan rasanya mau hilang. Makin sakit dan nggak kuat ngapa-ngapain. Mau istirahat semuanya serba susah, (nah, lagi-lagi nyusain orang kan, Sifah!) Bu Asih, jadi pilihan satu-satunya. Kami semua datang ke kos tempat bu Asih tinggal. Di sana aku diberi tempat di kamarnya untuk istirahat. Lagi-lagi nyusahin orang.
Dapat tempat istirahat di kos bu Asih.. alhamdulillah |
Semua orang mau jalan-jalan, jadinya aku ditinggal di kos sendiri tapi ditemani mbak Aida yang sudi tinggal untuk nemenin aku. (lagi-lagi menyusahkan orang). Malu.. malu banget bisa sakit di saat seperti itu! Kami cuma berdua, tapi untungnya Firda dan Adit, yang panik karena tahu aku sakit, mereka cari tahu lokasi aku dengan ciri-ciri tempat yang alakadarnya aku infokan (maklum nggak paham jalan Malang). Firda dengan paniknya datang dan tanya-tanya. Kami curhat sebentar dan saling memotifasi satu sama lain.
Ya, karena di sana aku sudah nggak mikir bakal bisa menang mengingat keadaan seperti itu.
Kami benar-benar tidak bisa pulang meski rencana tidak ikut penutupan hampir terealisasi. Jam 8 lebih malam itu kami berangkat ke gedung Samanta Krida lagi untuk ikut penutupan dan lihat lomba tari sekaligus pengumuman.
Semuanya ngantuk. Aku juga lemas. Waktu pengumuman yang terjadwal jam 9 malam molor sampai setengah 12 malam. Semua acara selesai sampai akhirnya waktu pengumuman tiba. Pasrah, aku sama sekali nggak punya harapan buat bisa menang. Piala di depan kayak ngejek aku. Sakit banget!
Dan.. pengumuman pertama adalah untuk penulisan cerpen. Juri yang mewakili cerpen maju dan membacakan satu persatu pemenang. Dimulai dengan nomor peserta, nah.. ini dia yang aku nggak tahu. Aku sama sekali nggak tahu aku nomor berapa. Nomor itu adalah nomor urutan peserta di daftar hadir. Dari harapan 2 kemudian ke harapan 1, dua universitas negeri jadi pemenangnya. Pak Gatot langsung teriak.
"Yang negeri aja juara harapan."
Benar. Kami datang dari daerah, universitas kami saja swasta. Dalam hati ciuttt banget untuk bisa menang. Aku terus minta maaf ke semua tim kampus karena sampai juara dua namaku tak kunjung disebut. "Sudah, aku kalah... aku minta maaf."
Tapi...
Saat juri membacakan kuara pertama.. "Juara pertama penulisan cerpen.. nomor peserta 10.."
Tuhan, aku nggak tahu nomorku berapa, tiba-tiba Mbak Intan berdiri dari tempat duduknya sambil teriak.. "SIFAH!!"
dan ternyata benar.. dewan juri selanjutnya menyebutkan judul cerpen yang aku tahu itu judulku, Mbak Aida langsung yakin itu aku karena dia tahu judul cerpen yang aku buat. Pak Gatot, Pak Antok, Mas Rijal, Mbak Intan, Mbak Aida langsung teriak bareng sementara satu gedung tidak ada yang paham siapa pemenangnya. Maklum kami hanya berenam. Sementara kampus lain suporter membeludak satu bus. Tidak ada yang bertepuk tangan untuk aku selain tim dari kampus.
Bersyukur-bersyukur.. namaku disebut dan piala ini jadi milikku.
Yeahhhh... udah kayak zombi pegang tropi ^_^ |
Terima kasih atas semua doanya.. Ibu dan seluruh keluarga.
Semua tim dari UNIROW yang dua hari aku susahkan. Pak Antok, Pak Gatot, Mas Rijal, yang susah payah bimbing dan jaga aku. Mbak Intan, dan Mbak Aida walaupun belum berkesempatan mendapat rezeki kemenangan, kalian juara di hati aku (eaaaa baper lagi). Terima kasih sudah support aku selama di Malang.
Teman-teman semua! Terima kasih!
Huhaaa! dari kiri: Mbak Intan, Pak Gatot, Mbak Aida, Aku, Mas Rijal. Pak Antok yang potoin :) |
Mungkin ada beberapa cerita lain yang belum sempat aku ceritakan jauh seperti Kribo (itu tidak akan aku ceritakan), ketiduran sepanjang perjalanan malam, sampai curhat terselubung. Biarlah jadi kenangan untuk aku sendiri.
Seperti lagu yang sering aku putar setiap selesai lomba..
Namun tak kau lihat terkadang malaikat
Tak bersayap tak cemerlang tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya...
Firda sempat menyanyikan ini untuk aku sebelum ia kembali malam itu, saat aku cerita lawan-lawan lain yang berpenampilan keren dan terlihat jago tapi dia yakin kalau aku bisa.. ya, ternyata aku memang harus mendengarkannya..
Sekali lagi terima kasih! Kendari akan jadi tempat paling jauh yang akan aku datangi tahun ini.. Semoga lancar. Amin.. :)
Ps: foto dari dokumen pribadi dan facebook mas Rizal :)
Tuban, 19 Mei 2016
No comments:
Post a Comment