Dari kiri: Mbak Intan, aku, Mbak Aida, Mas Rizal |
Aku mau lanjut soal cerita bagaimana aku bisa sampai bobok di Malang. Hehehe..
Seperti yang aku ceritain di PART 1 , aku, Mbak Intan (penulisan lakon), dan Mbak Aida (penulisan puisi) harus berangkat ke Malang hari Senin pagi tanggal 16 Mei. Didampingi Pak Antok sebagai pembina, Mas Rizal sebagai official terbaik (itu katanya), dan Pak Gatot sebagai driver paling strong seUNIROW, kami berangkat mulai jam 6 pagi. Mbak Aida waktu itu kami berangkat tanpa Mbak Aida yang rumahnya jauh, jadi kami pilih jemput Mbak Aida di rumahnya yang kebetulan satu jalur menuju Malang.
Sepanjang perjalanan, ya.. seperti yang sudah aku jelaskan di awal, badan memang belum fit. Sakit dan memang belum boleh capek-capek apalagi perjalanan jauh sampai 5 jam lebih. Aku mulai lemes dan... muntah. Aduhh mabok perjalanan yang nggak biasa. Kenapa? Biasanya aku nggak pernah muntah setiap awal perjalanan jauh, mungkin muntah tapi di perjalanan pulang.
Baru masuk kawasan Gresik, perut yang memang sedang bermasalah langsung kasih sinyal. Isi perut mendesak ingin keluar. Pertama yang keluar adalah air berlanjut.. semuanya. Oh sarapanku!!
Alhasil sepanjang perjalanan bisanya cuma tidur dan ngerang kesakitan nggak karuan. Semua orang coba menghibur sekaligus membully aku yang mabok perjalanan. Jiahhh.. makin drop nggak sih! Ditambah hormon lagi jungkir balik, maklum pas datang bulan hari pertama. Rasanya kayak semua orang di mobil itu mau aku makan! ups, sorry! Hehehe..
Sampainya di Universitas Brawijaya, Malang (waktunya siang, lupa tepatnya), badan makin lemes banget. Untung, para laki-laki langsung daftar dan putar balik menuju Griya Brawijaya (selanjutnya aku sebut GB). Kami menginap di sana, teman-teman. Tempatnya bagus dan lumayanlah.. buat tidur. Kecuali kantinnya, kalo kata Firda makanan di sana nggak enak. Hehehe.. kalau aku mungkin nggak begitu suka, gitu aja.. ^_^
Sampai di depan Griya Brawijaya, tempat menginap :) |
Lemes banget! Langsung istirahat di Griya Brawijaya |
View dari jendela kamar aku dan mbak-mbak :) |
Sorenya, kami para peserta mengikuti TM di gedung rektorat UB lantai 8. ada beberapa peserta yang wuiihhh keren-keren dan kelihatan banget anak-anak seni. Langsung aja coba lihat kayak apa diri sendiri. Cupu!
Yeahh.. Mulai drop!
Sesi TM di gedung rektorat UB lantai 8 |
Makan malam pertama di Malang ada di salah satu tempat sop ayam yang enak banget. Sumpah itu kuahnya enak banget di perut yang emang lagi gagal nerima makanan. Selesai makan malam (walaupun nggak habis, soalnya ayamnya sayap yang banyak banget kulitnya), langsung balik ke GB. Masih pusing, aku sempatkan untuk nulis fanfiction di kasur sambil cek si Arthur yang belum aku nyalain dari berangkat. Ya, mau belajar juga nggak bisa, temanya saja baru ditentukan di hari H.
Malam hari pertama di Malang |
Sop ayam yang enak banget di Malang! :) |
Nulis bentar langsung bobok. Sumpah badan nggak enak banget!
Ngecek si Arthur sambil dibuat ngetik fanfiction :) |
Mbak Aida juga cek laptopnya (nggak tau namanya) |
Besoknya, hari Selasa siaplah aku dan Mbak-Mbak yang lain ke acara pembukaan. Tempatnya di gedung sakri (anak UB nyebutnya begitu) alias Samanta Krida sekitar jam 8 pagi. Tapi sebelumnya, kami semua, nggak peserta nggak dosen, nggak official, nggak drivernya.. nonton kartun kayak anak kecil sambil nunggu sarapan datang. Parah!!! -_-
Pembukaan PEKSIMIDA XIII 2016 di Gedung Samanta Krida UB |
Berangkatlah kami semua tepat jam 8 ke gedung sakri. Firda BBM katanya pengen ketemu. Entah bagaimana dia datang, tiba-tiba di samping aku duduk ada suara dehem. Dan ternyata.. itu Firda dan temannya! Dia pakai alasan-alasan yang jenius buat bisa masuk. Salut deh!! Kami bertukar cerita selama acara pembukaan dan pisah saat kami mau ke gedung rektorat untuk pelaksanaan lombanya.
Dari kiri: Mbak Intan. Firda, Aku, Mbak Aida |
Kami datang lebih awal dari waktu lomba yang ditentukan sekitar jam 10.30 WIB. Kami berangkat sekitar jam 10 siang. Di sana kami diminta registrasi dan mengambil kalung tanda peserta. Bismillah, kami bertiga masuk ke ruang lomba dan duduk bertiga.
Tanda peserta, artinya siap masuk ruang lomba! |
Dapat dewan juri baik dan bebas rupanya tidak membuat aku tenang dalam lomba. Pertama, tema yang diberikan. Untuk informasi, teman PEKSIMINAS tahun 2016 kembali menekankan tentang kebudayaan lokal. Jadi, di kampus Pak Har minta aku latihan buat cerpen yang bertema budaya (jujur aku nggak buat sama sekali karena badan panas), yang ada di kepala juga muncul beberapa hal tentang kesenian daerah, cerita-cerita sejarah dan tetek bengeknya. Tapi apa yang terjadi, saudara-saudara.. Dewan juri pelan-pelan mengumumkan tema untuk cabang cerpen. Oh, itu untuk aku!
"Tema untuk cerpen yang harus kalian buat adalah..." drum roll... dengan gaya sok dramatis, dewan juri menyebut satu tema, "tradisi kuliner!"
What! Semua peserta cerpen ngaga nggak percaya! Mau buat cerita apa soal kuliner? Makanan?
Mau buat seperti Madrenya Dee yang juga makanan, kan, ya nggak boleh. Sumpah waktu itu buntu banget!!
Senasip dengan cerpen, puisi pun begitu. Dewan juri yang terhormat minta peserta puisi menulis tentang hubungan manusia dan alam sekitar. Nah, mana budayanya coba?
Tapi untuk lakon masih lumayan, tapi aku lupa jelasnya. Masih tentang budaya.
Tidak seperti peserta lain yang memilih mengeluarkan kertas-kertas di meja mereka untuk membuat rancangan cerita, mapping, tata diksi, kosa kata dan teman-temannya, aku butuh lima menit untuk ngelamun di depan si Arthur yang sudah stand by dengan lembar MS. Word yang masih bersih tanpa satu huruf. Tiba-tiba mikir, ingat dengan waktu yang dikurangi dewan juri untuk cerpen dan puisi. Ya, dikurangi, juri beranggapan karena kami sudah besar, batas maksimal penulisan dari 8 jam yang diberikan ternyata dikurangi sebagian. Alhasil, kami harus menulis maksimal 4 jam untuk naskah cerpen antara 6-10 halaman di dalam ruangan full AC yang gila-gilaan dinginnya!
Tanpa pikir panjang, aku coba buat satu kisah yang terinspirasi dari masakan tradisional daerahku di Tuban yang suka Ibu masak di rumah (tapi jujur aku belum pernah makan itu, nggak suka) dibalut dengan konflik sebuah keluarga pesisir di utara pulau Jawa.
Semua berjalan lancar sampai pada lembar ke empat, perut aku melilit. Awalnya aku kira pengen BAB toh memang aku juga masih ngerasa nggak enak badan, eh.. ingat dengan cerita di awal? aku menstruasi hari pertama di hari Seninnya. Ya. Perut aku kram. Kram yang nyiksa banget.
Aku sempat lega karena di hari Senin itu nggak kerasa sakit seperti biasa, eh ternyata sakitnya muncul pas ditengah-tengah jalannya lomba. Ya, Allah... bisanya cuma nangis sambil nutup muka. Takut peserta lain tahu.
Rasanya mirip duduk dikelilingi tentara Belanda yang siap bunuh aku di kursi itu. Kedinginan plus perut melilit. Yang ada cuma bisa doa, semoga nggak pingsan dan bisa selesaiin tulisan.
Sampai panitia mengumumkan waktu untuk cerpen dan puisi tinggal 20 menit, aku masih belum selesai. Untukukuran nulis cerpen, biasanya aku tiga jam sudah selesai sekaligus editnya. Ini, cerita belum selesai, apalagi edit. Mulut terus komat-kamit berdoa, tangan dan otak mati-matian mikir buat cari ending yang pas. Tepat jam setengah tiga sore, waktu habis dan alhamdulillah.. aku selesai dengan 10 halaman pas.
Keluar dari ruang lomba.. yang ada di kepala cuma bisa bersyukur. Aku bisa selesaikan tulisan aku tanpa.. pingsan.
Lanjut di part 3 nanti, ya!
Selamat ya, jadi juara pertama. Keren, Mbak! Salam kenal, saya Candra dari STKIP Jombang
ReplyDeleteTerima kasih, ya. Salam kenal juga. Oh ya, kamu menang juga kah? :)
Deletehehe.. alhamdulillah nomor 3. :)
ReplyDeleteadd fbku ya mbak: Candra Adikara Irawan
hehe.. alhamdulillah nomor 3. :)
ReplyDeleteadd fbku ya mbak: Candra Adikara Irawan
Alhamdulillah! Selamat juga ya, mas! Itu cerpen juga? Soalnya aku nggak perhatikan betul-betul semua pemenangnya. Sudah aku konfirmasi fb kamu. Terima kasih, ya :)
Delete