Hay, sahabat Ifah semua. Apa kabar, bro and sista? lama tak posting-posting, nih, diriku. Ifah hari-hari ini lagi sibuk banyak pikiran, nih. #nggaktanya Dan kali ini, Ifah mau berbagi sesuatu yang bisa dijadikan bahan solusi cari naskah drama buat tugas di sekolah. Yups, Ifah barusan selesai buat drama bareng teman-teman satu kelompok buat UTS bahasa Indonesia. Temanya terserah. Dan Ifah akhirnya kepikiran buat drama ini, judulnya KERAMAT JATI. Naskah drama ini pernah Ifah buat saat tampil drama SMP beberapa tahun lalu. Sedikit perubahan dan alur yang lebih panjang, jadilah RE-KERAMAT JATI. Oke, udah kebanyakan ngomong, nih, Ifah. Langsung saja, ya. Ini dia, and action..!!
KERAMAT JATI
1. INT. RUMAH TIAN. KAMAR TIAN. MALAM HARI
Cast: Tian
Jam dinding
kamar sudah menunjukan pukul dua belas malam kurang lima belas menit. Tian
masih saja mondar-mandir mengelilingi kamar untuk yang kedua puluh kali.
Bukannya harus pergi tidur, ia malah duduk menghadap kalender kamar dengan
sesekali menengadahkan wajah menatap langit-langit kamarnya yang mulai lapuk
dimakan usia.
TIAN :“Ya, Allah. Hamba mau bertanya. Satu saja. Boleh,
ya?”
(suara memelas
masih menatap langit-langit kamar) (mengambil kalender dari tembok)
“Sudah tanggal segini, sebentar lagi ujian.
Tapi.. malesnya itu,,habisnya masih lama. Tiap kali
pengang buku, nih.. (mengambil
buku pelajaran di meja) kayak gini,
langsung, huaamm.. (menguap) ngatuk,
ya Allah. Bagaimana ini? Setiap kali sholat, aku selalu meminta pertolongan
padamu. Biar aku bisa giat belajar lagi.
Hilangkan rasa malasku. Aku mohon, ya Allah. Jika tidak, aku akan
berpaling pada setann..!!”
(suara gemuruh
dan kilatan petir)
Tepat pada pukul
dua belas malam, hujan turun begitu derasnya. Selain angin kencang, kilatan
cahaya petir datang pula diikuti suara gemuruh dari luar kamar. Tubuh Tian ikut
terasa bergetar ketakutan.
TIAN :
“Maafkan, aku, ya Allah. Sudah malam,
nih. Aku tidur dulu, ya,”
2. INT. SEKOLAH. RUANG KELAS. ISTIRAHAT SIANG
Cast: Tian, Ana, Nina, Firda, Nina, Ririn, Zuli
Bel sekolah
terdengar berbunyi dua kali. Itu tandanya, istirahat sudah boleh di lakukan
para guru dan murid. Para penghuni kelas XI Ipa 1 sudah asik dengan kegiatannya
masing-masing. Sebagian bermain bola, jajan ke kantin, dan adapula yang
bergerombol di depan kelas, duduk santai di bawah papan tulis. Tian, Firda,
Nina dan Zuli sedang seru-serunya membahas ujian yang akan datang sebentar
lagi.
FIRDA :
“Aku kasih tahu, ya. Hari gini, orang
mau belajar itu sulitnya minta ampun. Nggak tahu kenapa, bawaannya main melulu. Otak di kepalaku ini rasanya udah
penuh sama..”
NINA :
“(memotong
tiba-tiba) masalah cowok, kan? ngaku,
deh..!!”
(tertawa
bersamaan)
FIRDA :
“Kalau itu, mah, bisa diatur. Yang
penting ada pengertian dari masing-masing belah pihak. Pendidikan jalan, kisah
cinta mengesankan,”
(senyum memegang pipi)
TIAN :
“(posisi
berdiri) Ah, sekolah masih nggak pecus,
udah mikirin cowok. (wajah Firda cemberut) tapi benar juga, sih. Akhir-akhir ini aku bingung mikir soal ujian
kita nanti. Udah deket banget. Bukannya malah semangat belajar, tapi malah
semangat malesnya, semalem saja aku nggak bisa tidur mikirin ini,”
(duduk selonjor
di samping Zuli)
ZULI :
“Heem, seandainya ada cara lain buat
sukses ujian tanpa belajar?” (mengetuk-ketuk pipi dengan jari
telunjuk)
NINA :
“Bisa, lah. Tanya saja sama mbah google.
Pasti doi punya solusi buat kita. Tinggal searching, keluar, deh,”
Di saat mereka
berfikir tentang cara sukses ujian tanpa belajar. Dua orang teman mereka, Ana
dan Ririn, datang kemudian ikut bergabung dengan Tian dan kawan-kawan. Saat
melihat Ana datang, Tian yang sudah memendam rasa kepada Ana langsung
membenarkan letak duduknya yang tidak sedap dipandang mata.
RIRIN :
(menyerahkan
bungkusan plastik ke arah Zuli) “Nih,
pesananmu tadi, Zul. Kembaliannya ada di dalam. Tumben kumpul-kumpul,
kekurangan uang jajan, ya?”
NINA :
“Enak, saja. Nih, lihat.. (mengeluarkan
uang kertas sepuluh ribu dari kantong) uangku
masih banyak. Bapakku masih kuat ngasih aku uang jajan.
Berbeda dengan
Nina yang tak suka dibilang kekurangan uang jajan, Tian berdiri dari tempat
duduknya mengahadap Ana, salah tingkah.
TIAN :
(menggenggam
erat tangan) “Eh, ada mbak Ana. Dari
kantin, ya. Aduh.. (menyeka keringat di dahi) kok nggak bilang-bilang Tian, sih. Nanti Tian yang bayarin,”
ANA :
“Cuma beli roti, kok. Nggak banyak. Tadi
kebetulan bareng Ririn ke kantin. Aku juga nggak lihat kamu. Buktinya, nih,
lagi kumpul-kumpul di kelas,”
Terdengar
sorakan sirik dari Firda dan yang lainnya. Beberapa anak yang ada di kelas juga
ikut-ikutan bersorak menyemangati Tian yang makin terlihat salah tingkah di
depan Ana.
RIRIN :
“Ngomongin apa, sih, seru banget.
Ikutan, dong. Kayaknya nyangkut-nyangkutin soal ujian, ya? (duduk di dekat
Zuli)
ANA :
“Wah, boleh-boleh. Mau ada rencana
belajar bareng, nggak?Kalau ada, jangan lupa ajak aku, ya!”
FIRDA :
“Ah, nggak.. nggak. Dari tadi kita
ngomongin cara lain buat sukses ujian tanpa belajar, Na. Bukannya cari waktu belajar bareng,”
ANA :
“Tanpa belajar? bercanda, ya? pakai
dukun, dong?”
ALL :
“DUKUNNN…??”
Mereka semua
kini terdiam, kata dukun seakan benar-benar membius semuanya. Dengan perlahan
namun pasti, ide gila itu muncul kepermukaan.
FIRDA :
“Nah, itu tadi. Dukun. Bagaimana kalau
kita cari dukun,”
ZULI :
“Ah, gila kamu. Itu namanya musyrik,
Fir,”
ALL :
“Astaqfirullahaladzim,”
ANA :
“Eh, aku tadi cuma bercanda, loh. Nggak
perlu ditanggepin serius lagi,”
Ana merasa
kata-katanya tadi akan berpengaruh besar bagi teman-temannya. Ia sadar saat ini
mereka sedang dalam masa-masa sulit berpikir jernih. Salah ngomong sedikit,
bisa jadi masalah besar.
ZULI :
“Benar, cari cara
lain, ah.. ngeri,”
ANA :
“Benar kata Zuli. Kita belajar saja
masih bisa, kok. Asal sungguh-sungguh,”
RIRIN :
(merentangkan
tangan melerai) “Eits, tapi kalau beneran
pengen dukun, carinya di mana, hayo? ribet sendiri, kan,”
TIAN :
“Seperti kata, Nina. Bagaimana kalau
kita cari di internet, kita kan bisa..,”
ANA :
“Tian, apa-apaan, sih, kamu. Mau
ikut-ikutan?” (memotong
perkataan Tian)
FIRDA :
“Ana, Tian itu dari tadi cerita kalau
dia sudah males lagi mau belajar. Kenapa enggak kita cari cara menyelesaikannya
dengan cari dukun. Toh, masalah dia masalah kita juga,
Tian merasa
terpojokan. Satu sisi ia ingin mencoba ikut rencana teman-temannya. Tapi di
sisi lain, ia takut, Ana, wanita pujaannya membenci dirinya.
ANA :
“Kalau kamu tidak mau dengar kata-kata
aku,.. terserah kamu, lah,” (pergi menjauhi gerombolan)
TIAN :
“Ta-tapi.. Ana.. tunggu..,”
Ana benar-benar
pergi. Tanpa mempedulikan Tian yang masih keukeh dengan pendiriannya ikut
teman-teman yang lain. Hanya pasrah, Tian kembali duduk membahas kembali dukun
siapa yang akan membantu mereka.
3. EXT. GANG. WARUNG MAKAN. SORE HARI
Cast: Ana, Ifah, Afif
Langit sore
sedang duduk manis di atas awang-awang. Hanya segelintir orang saja terlihat
berlalu lalang di sekitar gang yang hanya muat dilalui tiga orang saja itu.
sebuah obrolan ringan namun penuh masalah terjalin dari sepasang sahabat ini.
AFIF :
“Ah.. bokek banget, nih. Hidup lagi
sepi-sepinya. Nggak ada tantangan,” (mengambil kue dari kantong palstik
ditangan)
IFAH :
“Ya, Fif. Pengen ngerjain orang, nih.
Udah gatel tangan aku,” (menggaruk tangan)
Disaat keduanya
asik bercengkrama, datanglah Ana dengan muka masam. Ifah yang tak sengaja
melihat, dipanggilah Ana agar mendekat.
IFAH :
“Na, mau ke mana? sini dulu, lah.
Ngobrol dulu,”
AFIF :
(memandangi
wajah Ana lekat-lekat) “sedih banget, Na.
Diputusin cowok, ya?”
IFAH :
“Hus, Ana itu nggak punya cowok, tapi
lagi PDKT sama teman sekelasnya itu. Siapa namanya. Ti.. Ti..”
AFIF :
“Tian, ya? owalah..”
ANA :
“Apaan, sih, kalian. (memukul lengan
Afif) nggak ada apa-apa, kok. Tapi emang
ada sedikit masalah, (memasang wajah sedih)”
IFAH :
“Tuh, kan, ada masalah.
ANA :
“Aku lagi nggak habis pikir soal
teman-temanku di sekolah. Mereka mau cari cara aneh buat ujian sebentar lagi,”
AFIF :
“Loh, ya bagus, dong. Itu tandanya
mereka mikirin beneran masalah ujian. Ada semangat buat menuju kesuksesan,” (mengepalkan
tangan ke udara)
ANA :” Itu masalahnya, mending cari cara yang realistis
seperti belajar atau cari bimbel. Nah, ini.. mau cari dukun.
AFIF & IFAH :
“DUKUN?”
ANA : “Maka dari itu, aku pengen mereka itu sadar bahwa
yang mereka pikir itu salah besar.
Ifah nampak
berpikir dengan perkataan Ana tadi, bak kedatangan bintang jatuh, ia berkata,
IFAH :
“Kayaknya
doa kita tadi diijabah Allah, Fif”
AFIF :
“(senyum) heem, nah, Ana. Kita punya usul, nih. Kalau
mau kita bisa bantu nyadarin teman-temanmu yang tersesat itu,”
IFAH :
“Betul, serahkan pada kita. Insya Allah
bermanfaat,”
ANA : (diam sejenak) “Kalian yakin?”
AFIF :
(mengacungkan
jempol)
4. EXT. DEPAN SEKOLAH. SIANG.
Cast: All cast (–Diyah)
Tian dan
kawan-kawan sedang asik berdiri di depan gerbang sekolah menunggu angkot
langganan mereka. Hari sudah semakin siang. Hawa panas sudah sangat terasa di
ubun-ubun kepala. Tak jauh dari gerombolan Tian berdiri, Ana, Ifah, dan Afif
masih asik memata-matai Tian cs untuk mulai menjalankan rencana mereka.
ANA :
(menunjuk
gerombolan Tian) “Itu yang namanya Tian,
dan mereka semua teman-temanku. Mungkin mereka sedang ngobrol soal yang
kemarin, deh. Nggak biasanya mereka kumpul bareng kayak gitu,”
IFAH :
“Oke, sinyal ditangkap. Siap menuju
lokasi,”
AFIF :
“Jangan lupa kasih kertas ini,” (menyodorkan kertas kecil)
IFAH :
“Siap,
bos,”
(bergumam tidak jelas)
IFAH :
“Aku dengar kalian tadi ngomongin soal dukun,
ya?”
RIRIN :
“Kok tahu? kedengeran, ya?”
IFAH :
“Iya, kencang banget. Tapi kalau boleh
tahu, kalian mau apa cari dukun? Nggak bakalan aku kasih tahu siapa-siapa,
deh,”
FIRDA : “Jadi, kita mau cari bantuan buat bantu kita sukses
ujian nanti,”
NINA : “Hem, soalnya kita sulit banget buat belajar
intensive, bawaanya ngantuk, males,”
ZULI : “Bener, mangkanya kita mau cari dukun. Biar dikasih
wangsit buat nanti pas ujian,”
IFAH : “Ah, kalau itu, mah, gampang,” (menjentikkan
jari)
TIAN : “Gampang? memangnya kamu bisa bantu?”
IFAH : “Kebetulan, beberapa bulan lalu aku juga seperti
kalian. Untung ada teman aku yang bantu, terus ngasih ini, deh,” (menyerahkan
kertas dari saku)
ALL : (membaca kertas bersamaan) “Dukun
Keramat Jati?”
IFAH : “Ya, dukun itu tokcer, loh. Di situ ada
contac servicenya, kan. Coba saja kalian hubungi,”
FIRDA : “Tapi ini alamat akun facebook, keren juga dukun
pakai facebook,”
IFAH : “Aduh, kalian ini. Namanya saja sudah jaman
modern. Walaupun mereka pekerja misteri, dukun juga butuh gaul, kaya kita main
facebook,”
TIAN : “Ah, benar juga. Oke,
deh, terima kasih, ya,”
IFAH :“Oke tidak masalah, sesama korban rasa males, harus
saling membantu,”
5.
INT. RUMAH FIRDA-RUMAH AFIF. SORE (2 SETT 1
SHOOT)
Cast: All cast (–Diyah)
Kini semua sudah
berkumpul di rumah Firda. Masing-masing mendapat kabar bahwa Firda sudah
menghubungi dukun Keramat Jati melalui Facebook. Untuk membahas tindakan
selanjutnya, mereka sepakat untuk mengadakan pertemuan di rumah Firda.
ZULI :
“Dia kasih nomor teleponnya?”
FIRDA : “Iya, kalau ingin tahu apa
persyaratannya, kita bisa telepon dia di jam kerja,”
NINA : “Sedappp, dukun saja pake jam
kerja, mungkin ada jam lembur juga,” (tertawa bersama-sama)
TIAN :
“Ya, sudah, telepon
saja sekarang,keburu istirahat, tuh, dukun”
FIRDA : “Oke, em.. Rin, ambil handphone aku di meja, dong,”
RIRIN : “Siap, bos..,”
Dilain pihak,
Ana, Ifah dan Afif sedang berdiskusi serius menunggu reaksi Tian dan kawan-kawannya
menanggapi ajakan Afif di Facebook tadi.
AFIF :
“Kita tunggu saja, sebentar lagi juga
telepon,”
(suara telepon
berdering)
AFIF :
“Hallooo..”
FIRDA : “Ha..ha-halo,”
ZULI : “Loudspeaker, Fir,”
AFIF : “Halo, bagaiman tawaran saya, tadi di Facebook,”
FIRDA : “Ah, iya, mbah.. eh.. pak.. eh.. apa, ya?”
AFIF : “Panggil saja saya akang, soalnya saya masih muda
dibandingkan dukun-dukun yang lain,” (Ifah dan Ana menahan tawa geli)
FIRDA : “ Baik, akang, issshh… ah, maaf, lalu untuk kami,
apa yang harus kami sediakan sebagai jaminannya?”
AFIF : “Kalian sediakan satu ekor kambing sebagai
jaminannya. Karena saya tahu kalian masih sekolah, kambing kecil juga boleh,”
FIRDA CS : “Kambing?” (bersamaa) “Ah, baiklah, setuju, tapi..”
AFIF : “Oke, deal, nanti saya hubungi lagi,” (menutup
telepon)
ANA : “Kerja bagus, teman-teman,” (tos)
6. INT. RUMAH FIRDA. SIANG
Cast: Tian CS, Diyah
Masalah besar.
Ternyata mereka tidak memiliki uang untuk membeli anak kambing. Jika
dikumpulkan, uang saku mereka tidak akan cukup untuk membeli anak kambing yang
baru lahir sekalipun.
NINA :
“Terus, kita mau apa?”
RIRIN :
“Nggak mungkin kita kumpulkan uang saku setiap hari buat beli anak kambing.
Keburu ujian tiba,”
ZULI : “Apa kita harus.. kerja?”
FIRDA : “Nggak harus, yang peting kita dapat uang, dengan
cara halal,”
TIAN : “Baik, satu minggu lagi, kita kumpulkan uangnya,
nanti biar aku yang beli kambingnya,”
Di rumahnya,
Tian tampak takut-takut saat menemui ibunya yang sedang merapikan pakaian di
kamar. Dengan perlahan, ia duduk mendekati sang ibu.
DIYAH :
“Ada apa, Yan? punya masalah?”
TIAN : “Anu, bu. Aku mau.. minta uang,”
DIYAH : “Uang? buat apa?” (menghentikan
melipat baju)
TIAN : “Buat persiapan ujian bentar lagi, bu,”
DIYAH : “Oh, itu. Masalah itu ibu sudah siapkan buat kamu jauh-jauh
hari. Walaupun ibu nggak ngerti soal anak sekolahan, ibu itu pingin, anak ibu
bisa pinter. Suatu saat nanti bisa jadi orang sukses, dan buat ibu bangga,”
TIAN : (diam sambil memeras tangan)
DIYAH : “Oh, ya. Kamu butuh berapa? bilang sama ibu,”
TIAN : (diam sejenak) “Tapi..,”
DIYAH : (memotong) “Kamu nggak usah takut. Ibu ada uang, kok. Ini memang tanggung jawab
ibu buat ngurusin kamu.
TIAN : “Tapi, bu. Tian takut nyusahin ibu,” (nada memelas)
DIYAH : “Nggak, apa-apa, nak. (menepuk pundak
Tian) malahan, ibu merasa belum bisa
kasih yang terbaik buat kamu. Setiap ibu berusaha keras, itu semua buat kamu.
Ibu ingin kamu bisa jadi anak yang baik, jangan buat ulah, jangan nakal. Kamu
anak ibu satu-satunya, semua harapan ibu ada di kamu.
TIAN : “Maafkan Tian, ya, bu,”
DIYAH : “Tidak apa-apa, nak. Dengarkan ibu, Ibu percaya
sama kamu, dan ingat..jangan macam-macam, ya”
TIAN : “Ee.. iya, bu, insya Allah,”
7. INT. RUMAH FIRDA. SORE.
Cast: Tian, Firda, Nina, Ririn, Zuli
Masing-masing
dari mereka sudah mendapatkan uang yang dibutuhkan. Rencana selanjutnyapun siap
untuk disusun.
FIRDA :
“Udah dapat uangnya, nggak? aku udah
ada, nih,”
ZULI : “Sipp, nih (menyerahkan beberapa lembar uang) aku tadi sama Ririn bantu-bantu cuci
piring di warung, lumayanlah bayarannya.
RIRIN : “Tapi, ya maaf, kita dapatnya segitu. Cuma bantuin
sebentar, ibu yang punya warung nggak mau kasih lebih banyak lagi. Itu aja kita
sampai mohon-mohon,”
FIRDA : “Nggak, apa-apa. (mengambil uang) udah lumayan. Punyamu, Nin,”
NINA : “(menyerahkan uang) nih, aku dapat lebih banyak dari bapak. Aku bilang saja buat beli
buku yang mahal, tanpa curiga, langsung kasih,”
FIRDA : “Sippp, Nina kalau masalah begini jago. Nah,
sekarang kamu, Yan,”
TIAN :”(ragu-ragu) ini, maaf. Nggak banyak, aku minta ibu
segitu, aku nggak tega,”
FIRDA : “(menepuk pundak) kamu tenang saja, Yan. Ini juga buat ibumu. Oh, ya kayaknya udah
cukup, nih. Kamu yang beli kambingnya, ya. Nanti aku hubungi akang dukun, itu.
Bisanya jam berapa,(menyerahkan uang)”
8. EXT. JALANAN. SORE.
Cast: Tian, Ana
Sorenya, Tian
langsung pergi ke pasar hewan untuk mencari kambing yang di butuhkan. Tapi di
perjalanan, Tian tak sengaja bertemu dengan Ana.
ANA :
“Tian?”
TIAN : “Eh, Ana (senyum malu). Dari mana, ya?”
ANA : “Baru dari warung, beli gula buat ibu aku, kamu
sendiri mau ke mana?”
TIAN : “Aku mau ke pasar he.. ah, maksudku mau ke pasar
beli helm. Helmku hilang kemarin,”
ANA : “Oh, begitu, aku kira yang lain. Ya sudah, ya.
Sudah ditunggu ibu, nih, permisi. Assalamualaikum,”
TIAN :”Waalaikumsalam,”
9. EXT. LAPANGAN. MALAM.
Cast: All cast (-Diyah)
Anak kambing
sudah didapat. Dan Firda sudah menghubungi si dukun untuk serah terima kambing.
Afif menjebak mereka di sebuah lapangan untuk mengambil kambing yang ia pesan.
IFAH :
“Kamu beneran minta janjian di sini?
serem banget, Fif,”
AFIF : “Ya, iyalah. Kalau di sini itu bakal
meyakinkan mereka bahwa dukun Keramat Jati itu ada,”
ANA :
“Bagus, deh. Terus kamu nanti rencananya
mau apakan mereka?”
AFIF : “Lihat saja tanggal mainnya,”
IFAH :
“(melihat
Tian dan kawan-kawan) eh, sembunyi mereka
sudah datang,”
Tampak Firda dan
Nina datang lebih dulu, keduanya tampak resah tidak menemukan teman-teman yang
lainnya. Sesaat kemudian, datanglah Zuli dan Ririn sambil berlarian mendekat.
FIRDA :
“Eh, jangan lari-larian. Nah, loh, (melihat kaki
Ririn dan Zuli) itu sandal kenapa
selingkuh?”
NINA : “Pakai acara bawa mukena lagi, habis dari mushola?”
RIRIN : “Ya, dari mushola aja, masuk sebentar terus kabur,”
ZULI : “Gara-gara gugup ambil sandal, jadinya, ya gini.
ketuker. Kalau nggak gini kita nggak boleh keluar,”
NINA : “(melihat Tian) udah, ah. Cepet tukeran sandal kalian, itu Tian sudah dekat,”
TIAN : “Eh, maaf, aku terlambat, bantu ibu dulu di rumah,
kambingnya udah aku bawa. Tapi aku ikat di pohon sana,”
RIRIN : “Nggak apa, Yan. Kita juga baru datang. Oh, ya
ketemuan di mana kita?”
FIRDA : “Di sini, coba kita panggil, akang dukunnn..,”
AFIF : “Iya, kalian sudah datang semua?”
ZULI : “Sudah, udah kumpul semua, nih. Sekarang mau, apa?”
AFIF : “Kambingnya, lah,”
TIAN : “Sudah aku ikat di pohon, bisa di ambil,”
FIRDA : “Nah, sekarang mana yang akan akang dukun berikan
buat kami, jangan sekali-kali nipu, ya!”
RIRIN : “Heem, ayo cepat sudah malam, nih,”
AFIF :
“Kalian tenang dulu, sekarang coba lihat
batu di depan kalian. Coba lihat ada apa di bawahnya”
TIAN : “(mendekati batu) amplop? apa ini?”
AFIF : “Saya akan jelaskan, itu amplop yang berisi pesan
saya. Ingat, jangan kalian buka sekarang. Kalian hanya boleh membuka sebelum
masuk ruang ujian. Kalau kalian membukanya sekarang, isinya akan sia-sia,
mengerti,”
ALL : “Mengerti..”
AFIF : “Bagus, sekarang, dalam hitungan ketiga kalian
harus pergi meninggalkan lapangan ini, 1… 2… 3… lariiiii….,”
Tian dan
teman-temannya lari terbirit-birit meninggalkan lapangan. Dirasa sudah cukup
jauh, Afif, Ifah dan Ana keluar dari persembunyian sambil tertawa tertahan.
ANA :
“Hebat kamu, Fif. Terima kasih, ya.
Semoga mereka sadar,”
AFIF : “Amin, semoga mereka nanti sadar kalau
tindakannya itu salah,”
IFAH : “Ya, nah.. ngomong-ngomong amplop tadi isinya apa,
Fif?”
AFIF : “Rahasia, kalau aku kasih tahu sekarang, isinya
nggak manfaat lagi,”
IFAH : “Bisa saja kamu. Oh iya, Na. Kambing di pohon itu
kamu bawa, ya. Nati kalau mereka sadar, kamu kembalikan lagi saja,”
ANA : “Loh, bukannya itu rejeki kalian?”
AFIF : “Nggak, lah, Na. Kita bisa ngerjai mereka saja
sudah senang banget, kita ikhlas kok bantu kamu,”
ANA : “Terima kasih banyak, ya,”
10. INT. SEKOLAH. PAGI.
Cast: Tian, Firda, Nina, Ririn, Zuli
Hari pertama
ujian telah tiba. Semua murid sekolah sudah bersiap-siap untuk memasuki ruang
kelas masing-masing. Lima menit sebelum bel berbunyi, Tian dan kawan-kawan
bersiap untuk membuka amplop pemberian dukun Keramat Jati beberapa hari yang
lalu.
NINA :
“Kalian sudah siap?”
ALL : “Hem..,”
NINA : (membuka perlahan-lahan segel amplop) kertas?”
ALL : “KALIAN MAU MINTA PESAN APA? LIHAT WAJAH SAYA SAJA
ENGGAK PERNAH. HAHA.. MAU-MAUNYA KALIAN SAYA TIPU. PESAN SAYA KALAU MAU MULAI
UJIAN BELAJAR DULU DAN JANGAN LUPA MINTA PETUNJUK ALLAH SWT. SELAMAT UJIAN…!!
TTD: AKANG DUKUN.
ALL : “Ah…”
FIRDA : “Untung saja semalam belajar, dasar dukun kepo,”
RIRIN : “Aduh, bagaimana, ini nggak belajar,”
ZULI : “Sama, ha.. sudah masuk ah..,”
Tian masih
berdiri sendiri di depan kelas. Wajahnya tampak sedih, menyesali apa yang sudah
ia lakukan. Rasa bersalah itu datang juga.
TIAN :
“Maafkan Tian, bu,” (melihat Ana
datang)
ANA : “Sudah, lah, Yan. Jangan sedih, kita serahkan saja
kepada Allah. Sekarang kita berusaha lebih keras lagi. Oh ya, semalam aku
didatangi orang ngantar kambing. Katanya dia minta kambing itu diberikan ke
kamu,”
TIAN : “Kambing? siapa?”
ANA : “Aku nggak tahu, sudahlah, nanti pulang sekolah
kamu ambil, ya. Rejeki kamu itu. Ayo sekarang kita masuk kelas saja, belajar.
Mumpung masih ada waktu,”
Akhirnya, mereka
berdua masuk ke kelas bersama. Kesalahan bisa dijadian pembelajaran untuk di kemudian
hari. Begitupula dengan Tian. Ia sadar akan sikapnya yang tidak hanya merugikan
diri sendiri, namun orang lain yang ternyata peduli dengannya ikut-ikut menjadi
korban.[]
Author: Ifah ^_^
24/03/2013 10:07 PM
KESANYA KA
ReplyDelete