Assalamualaikum.. welcome to my blog, guys..!! ^_^

Adsense

Monday, April 15, 2013

Naskah Skenario Drama Pelajar: "Keramat Jati" (8 pemain + 1 narator)

Hay, sahabat Ifah semua. Apa kabar, bro and sista? lama tak posting-posting, nih, diriku. Ifah hari-hari ini lagi sibuk banyak pikiran, nih. #nggaktanya Dan kali ini, Ifah mau berbagi sesuatu yang bisa dijadikan bahan solusi cari naskah drama buat tugas di sekolah. Yups, Ifah barusan selesai buat drama bareng teman-teman satu kelompok buat UTS bahasa Indonesia. Temanya terserah. Dan Ifah akhirnya kepikiran buat drama ini, judulnya KERAMAT JATI. Naskah drama ini pernah Ifah buat saat tampil drama SMP beberapa tahun lalu. Sedikit perubahan dan alur yang lebih panjang, jadilah RE-KERAMAT JATI. Oke, udah kebanyakan ngomong, nih, Ifah. Langsung saja, ya. Ini dia, and action..!!



KERAMAT JATI
1.      INT. RUMAH TIAN. KAMAR TIAN. MALAM HARI
Cast: Tian
Jam dinding kamar sudah menunjukan pukul dua belas malam kurang lima belas menit. Tian masih saja mondar-mandir mengelilingi kamar untuk yang kedua puluh kali. Bukannya harus pergi tidur, ia malah duduk menghadap kalender kamar dengan sesekali menengadahkan wajah menatap langit-langit kamarnya yang mulai lapuk dimakan usia.


TIAN              :“Ya, Allah. Hamba mau bertanya. Satu saja. Boleh, ya?”
(suara memelas masih menatap langit-langit kamar) (mengambil kalender dari tembok)
Sudah tanggal segini, sebentar lagi ujian.
Tapi.. malesnya itu,,habisnya masih lama. Tiap kali pengang buku, nih.. (mengambil buku pelajaran di meja) kayak gini, langsung, huaamm.. (menguap) ngatuk, ya Allah. Bagaimana ini? Setiap kali sholat, aku selalu meminta pertolongan padamu. Biar aku bisa giat belajar lagi.  Hilangkan rasa malasku. Aku mohon, ya Allah. Jika tidak, aku akan berpaling pada setann..!!”
(suara gemuruh dan kilatan petir)

Tepat pada pukul dua belas malam, hujan turun begitu derasnya. Selain angin kencang, kilatan cahaya petir datang pula diikuti suara gemuruh dari luar kamar. Tubuh Tian ikut terasa bergetar ketakutan.

TIAN              : “Maafkan, aku, ya Allah. Sudah malam, nih. Aku tidur dulu, ya,”

2.      INT. SEKOLAH. RUANG KELAS. ISTIRAHAT SIANG
Cast: Tian, Ana, Nina, Firda, Nina, Ririn, Zuli
Bel sekolah terdengar berbunyi dua kali. Itu tandanya, istirahat sudah boleh di lakukan para guru dan murid. Para penghuni kelas XI Ipa 1 sudah asik dengan kegiatannya masing-masing. Sebagian bermain bola, jajan ke kantin, dan adapula yang bergerombol di depan kelas, duduk santai di bawah papan tulis. Tian, Firda, Nina dan Zuli sedang seru-serunya membahas ujian yang akan datang sebentar lagi.

FIRDA           : “Aku kasih tahu, ya. Hari gini, orang mau belajar itu sulitnya minta ampun. Nggak tahu kenapa, bawaannya main melulu. Otak di kepalaku ini rasanya udah penuh sama..”
NINA              : “(memotong tiba-tiba) masalah cowok, kan? ngaku, deh..!!”
(tertawa bersamaan)
FIRDA           : “Kalau itu, mah, bisa diatur. Yang penting ada pengertian dari masing-masing belah pihak. Pendidikan jalan, kisah cinta mengesankan,” (senyum memegang pipi)
TIAN              : “(posisi berdiri) Ah, sekolah masih nggak pecus, udah mikirin cowok. (wajah Firda cemberut) tapi benar juga, sih. Akhir-akhir ini aku bingung mikir soal ujian kita nanti. Udah deket banget. Bukannya malah semangat belajar, tapi malah semangat malesnya, semalem saja aku nggak bisa tidur mikirin ini,”
(duduk selonjor di samping Zuli)
ZULI              : “Heem, seandainya ada cara lain buat sukses ujian tanpa belajar?” (mengetuk-ketuk pipi dengan jari telunjuk)
NINA              : “Bisa, lah. Tanya saja sama mbah google. Pasti doi punya solusi buat kita. Tinggal searching, keluar, deh,”

Di saat mereka berfikir tentang cara sukses ujian tanpa belajar. Dua orang teman mereka, Ana dan Ririn, datang kemudian ikut bergabung dengan Tian dan kawan-kawan. Saat melihat Ana datang, Tian yang sudah memendam rasa kepada Ana langsung membenarkan letak duduknya yang tidak sedap dipandang mata.

RIRIN            : (menyerahkan bungkusan plastik ke arah Zuli) “Nih, pesananmu tadi, Zul. Kembaliannya ada di dalam. Tumben kumpul-kumpul, kekurangan uang jajan, ya?”
NINA              : “Enak, saja. Nih, lihat.. (mengeluarkan uang kertas sepuluh ribu dari kantong) uangku masih banyak. Bapakku masih kuat ngasih aku uang jajan.

Berbeda dengan Nina yang tak suka dibilang kekurangan uang jajan, Tian berdiri dari tempat duduknya mengahadap Ana, salah tingkah.

TIAN              : (menggenggam erat tangan) “Eh, ada mbak Ana. Dari kantin, ya. Aduh.. (menyeka keringat di dahi) kok nggak bilang-bilang Tian, sih. Nanti Tian yang bayarin,”
ANA               : “Cuma beli roti, kok. Nggak banyak. Tadi kebetulan bareng Ririn ke kantin. Aku juga nggak lihat kamu. Buktinya, nih, lagi kumpul-kumpul di kelas,”

Terdengar sorakan sirik dari Firda dan yang lainnya. Beberapa anak yang ada di kelas juga ikut-ikutan bersorak menyemangati Tian yang makin terlihat salah tingkah di depan Ana.

RIRIN            : “Ngomongin apa, sih, seru banget. Ikutan, dong. Kayaknya nyangkut-nyangkutin soal ujian, ya? (duduk di dekat Zuli)
ANA               : “Wah, boleh-boleh. Mau ada rencana belajar bareng, nggak?Kalau ada, jangan lupa ajak aku, ya!”
FIRDA           : “Ah, nggak.. nggak. Dari tadi kita ngomongin cara lain buat sukses ujian tanpa belajar, Na. Bukannya  cari waktu belajar bareng,”
ANA               : “Tanpa belajar? bercanda, ya? pakai dukun, dong?”
ALL                : “DUKUNNN…??”

Mereka semua kini terdiam, kata dukun seakan benar-benar membius semuanya. Dengan perlahan namun pasti, ide gila itu muncul kepermukaan.

FIRDA           : “Nah, itu tadi. Dukun. Bagaimana kalau kita cari dukun,”
ZULI              : “Ah, gila kamu. Itu namanya musyrik, Fir,”
ALL                : “Astaqfirullahaladzim,”
ANA               : “Eh, aku tadi cuma bercanda, loh. Nggak perlu ditanggepin serius lagi,”

Ana merasa kata-katanya tadi akan berpengaruh besar bagi teman-temannya. Ia sadar saat ini mereka sedang dalam masa-masa sulit berpikir jernih. Salah ngomong sedikit, bisa jadi masalah besar.

ZULI              : “Benar, cari cara lain, ah.. ngeri,”
ANA               : “Benar kata Zuli. Kita belajar saja masih bisa, kok. Asal sungguh-sungguh,”
RIRIN            : (merentangkan tangan melerai) “Eits, tapi kalau beneran pengen dukun, carinya di mana, hayo? ribet sendiri, kan,”
TIAN              : “Seperti kata, Nina. Bagaimana kalau kita cari di internet, kita kan bisa..,”
ANA               : “Tian, apa-apaan, sih, kamu. Mau ikut-ikutan?” (memotong perkataan Tian)
FIRDA           : “Ana, Tian itu dari tadi cerita kalau dia sudah males lagi mau belajar. Kenapa enggak kita cari cara menyelesaikannya dengan cari dukun. Toh, masalah dia masalah kita juga,

Tian merasa terpojokan. Satu sisi ia ingin mencoba ikut rencana teman-temannya. Tapi di sisi lain, ia takut, Ana, wanita pujaannya membenci dirinya.

ANA               : “Kalau kamu tidak mau dengar kata-kata aku,.. terserah kamu, lah,” (pergi menjauhi gerombolan)
TIAN              : “Ta-tapi.. Ana.. tunggu..,”

Ana benar-benar pergi. Tanpa mempedulikan Tian yang masih keukeh dengan pendiriannya ikut teman-teman yang lain. Hanya pasrah, Tian kembali duduk membahas kembali dukun siapa yang akan membantu mereka.

3.      EXT. GANG. WARUNG MAKAN. SORE HARI
Cast: Ana, Ifah, Afif
Langit sore sedang duduk manis di atas awang-awang. Hanya segelintir orang saja terlihat berlalu lalang di sekitar gang yang hanya muat dilalui tiga orang saja itu. sebuah obrolan ringan namun penuh masalah terjalin dari sepasang sahabat ini.

AFIF               : “Ah.. bokek banget, nih. Hidup lagi sepi-sepinya. Nggak ada tantangan,” (mengambil kue dari kantong palstik ditangan)
IFAH              : “Ya, Fif. Pengen ngerjain orang, nih. Udah gatel tangan aku,” (menggaruk tangan)

Disaat keduanya asik bercengkrama, datanglah Ana dengan muka masam. Ifah yang tak sengaja melihat, dipanggilah Ana agar mendekat.

IFAH              : “Na, mau ke mana? sini dulu, lah. Ngobrol dulu,” 
AFIF               : (memandangi wajah Ana lekat-lekat) “sedih banget, Na. Diputusin cowok, ya?”
IFAH              : “Hus, Ana itu nggak punya cowok, tapi lagi PDKT sama teman sekelasnya itu. Siapa namanya. Ti.. Ti..”
AFIF               : “Tian, ya? owalah..”
ANA               : Apaan, sih, kalian. (memukul lengan Afif) nggak ada apa-apa, kok. Tapi emang ada sedikit masalah, (memasang wajah sedih)”
IFAH              : “Tuh, kan, ada masalah.
ANA               : Aku lagi nggak habis pikir soal teman-temanku di sekolah. Mereka mau cari cara aneh buat ujian sebentar lagi,”
AFIF               : “Loh, ya bagus, dong. Itu tandanya mereka mikirin beneran masalah ujian. Ada semangat buat menuju kesuksesan,” (mengepalkan tangan ke udara)
ANA               :” Itu masalahnya, mending cari cara yang realistis seperti belajar atau cari bimbel. Nah, ini.. mau cari dukun.
AFIF & IFAH : “DUKUN?”
ANA               : “Maka dari itu, aku pengen mereka itu sadar bahwa yang mereka pikir itu salah besar.

Ifah nampak berpikir dengan perkataan Ana tadi, bak kedatangan bintang jatuh, ia berkata,

IFAH              : Kayaknya doa kita tadi diijabah Allah, Fif”
AFIF               : “(senyum) heem, nah, Ana. Kita punya usul, nih. Kalau mau kita bisa bantu nyadarin teman-temanmu yang tersesat itu,”
IFAH              : “Betul, serahkan pada kita. Insya Allah bermanfaat,”
ANA               : (diam sejenak) “Kalian yakin?”
AFIF               : (mengacungkan jempol)

4.      EXT. DEPAN SEKOLAH. SIANG.
Cast: All cast (–Diyah)
Tian dan kawan-kawan sedang asik berdiri di depan gerbang sekolah menunggu angkot langganan mereka. Hari sudah semakin siang. Hawa panas sudah sangat terasa di ubun-ubun kepala. Tak jauh dari gerombolan Tian berdiri, Ana, Ifah, dan Afif masih asik memata-matai Tian cs untuk mulai menjalankan rencana mereka.

ANA               : (menunjuk gerombolan Tian) “Itu yang namanya Tian, dan mereka semua teman-temanku. Mungkin mereka sedang ngobrol soal yang kemarin, deh. Nggak biasanya mereka kumpul bareng kayak gitu,”
IFAH              : “Oke, sinyal ditangkap. Siap menuju lokasi,”
AFIF               : “Jangan lupa kasih kertas ini,” (menyodorkan kertas kecil)
IFAH              : Siap, bos,”

(bergumam tidak jelas)
IFAH              : Aku dengar kalian tadi ngomongin soal dukun, ya?”
RIRIN            : “Kok tahu? kedengeran, ya?”
IFAH              : “Iya, kencang banget. Tapi kalau boleh tahu, kalian mau apa cari dukun? Nggak bakalan aku kasih tahu siapa-siapa, deh,”
FIRDA           : “Jadi, kita mau cari bantuan buat bantu kita sukses ujian nanti,”
NINA              : “Hem, soalnya kita sulit banget buat belajar intensive, bawaanya ngantuk, males,”
ZULI              : “Bener, mangkanya kita mau cari dukun. Biar dikasih wangsit buat nanti pas ujian,”
IFAH              : “Ah, kalau itu, mah, gampang,” (menjentikkan jari)
TIAN              : “Gampang? memangnya kamu bisa bantu?”
IFAH              : “Kebetulan, beberapa bulan lalu aku juga seperti kalian. Untung ada teman aku yang bantu, terus ngasih ini, deh,” (menyerahkan kertas dari saku)
ALL                : (membaca kertas bersamaan) “Dukun Keramat Jati?”
IFAH              : “Ya, dukun itu tokcer, loh. Di situ ada contac servicenya, kan. Coba saja kalian hubungi,”
FIRDA           : “Tapi ini alamat akun facebook, keren juga dukun pakai facebook,”
IFAH              : “Aduh, kalian ini. Namanya saja sudah jaman modern. Walaupun mereka pekerja misteri, dukun juga butuh gaul, kaya kita main facebook,”
TIAN              : “Ah, benar juga. Oke, deh, terima kasih, ya,”
IFAH              :“Oke tidak masalah, sesama korban rasa males, harus saling membantu,”

5.      INT. RUMAH FIRDA-RUMAH AFIF. SORE (2 SETT 1 SHOOT)
Cast: All cast (–Diyah)
Kini semua sudah berkumpul di rumah Firda. Masing-masing mendapat kabar bahwa Firda sudah menghubungi dukun Keramat Jati melalui Facebook. Untuk membahas tindakan selanjutnya, mereka sepakat untuk mengadakan pertemuan di rumah Firda.

ZULI              : “Dia kasih nomor teleponnya?”
FIRDA           : “Iya, kalau ingin tahu apa persyaratannya, kita bisa telepon dia di jam kerja,”
NINA              : “Sedappp, dukun saja pake jam kerja, mungkin ada jam lembur juga,” (tertawa bersama-sama)
TIAN              : “Ya, sudah, telepon saja sekarang,keburu istirahat, tuh, dukun”
FIRDA           : “Oke, em.. Rin, ambil handphone aku di meja, dong,”
RIRIN            : “Siap, bos..,”

Dilain pihak, Ana, Ifah dan Afif sedang berdiskusi serius menunggu reaksi Tian dan kawan-kawannya menanggapi ajakan Afif di Facebook tadi.

AFIF               : “Kita tunggu saja, sebentar lagi juga telepon,”
(suara telepon berdering)
AFIF               : “Hallooo..”
FIRDA           : “Ha..ha-halo,”
ZULI              : “Loudspeaker, Fir,”
AFIF               : “Halo, bagaiman tawaran saya, tadi di Facebook,”
FIRDA           : “Ah, iya, mbah.. eh.. pak.. eh.. apa, ya?”
AFIF               : “Panggil saja saya akang, soalnya saya masih muda dibandingkan dukun-dukun yang lain,” (Ifah dan Ana menahan tawa geli)
FIRDA           : “ Baik, akang, issshh… ah, maaf, lalu untuk kami, apa yang harus kami sediakan sebagai jaminannya?”
AFIF               : “Kalian sediakan satu ekor kambing sebagai jaminannya. Karena saya tahu kalian masih sekolah, kambing kecil juga boleh,”
FIRDA CS     : “Kambing?” (bersamaa) “Ah, baiklah, setuju, tapi..”
AFIF               : “Oke, deal, nanti saya hubungi lagi,” (menutup telepon)
ANA               : “Kerja bagus, teman-teman,” (tos)

6.      INT. RUMAH FIRDA. SIANG
Cast: Tian CS, Diyah
Masalah besar. Ternyata mereka tidak memiliki uang untuk membeli anak kambing. Jika dikumpulkan, uang saku mereka tidak akan cukup untuk membeli anak kambing yang baru lahir sekalipun.
NINA              : “Terus, kita mau apa?”
RIRIN                        : “Nggak mungkin kita kumpulkan uang saku setiap hari buat beli anak kambing. Keburu ujian tiba,”
ZULI              : “Apa kita harus.. kerja?”
FIRDA           : “Nggak harus, yang peting kita dapat uang, dengan cara halal,”
TIAN              : “Baik, satu minggu lagi, kita kumpulkan uangnya, nanti biar aku yang beli kambingnya,”

Di rumahnya, Tian tampak takut-takut saat menemui ibunya yang sedang merapikan pakaian di kamar. Dengan perlahan, ia duduk mendekati sang ibu.

DIYAH           : “Ada apa, Yan? punya masalah?”
TIAN              : “Anu, bu. Aku mau.. minta uang,”
DIYAH           : “Uang? buat apa?” (menghentikan melipat baju)
TIAN              : “Buat persiapan ujian bentar lagi, bu,”
DIYAH           : “Oh, itu. Masalah itu ibu sudah siapkan buat kamu jauh-jauh hari. Walaupun ibu nggak ngerti soal anak sekolahan, ibu itu pingin, anak ibu bisa pinter. Suatu saat nanti bisa jadi orang sukses, dan buat ibu bangga,”
TIAN              : (diam sambil memeras tangan)
DIYAH           : “Oh, ya. Kamu butuh berapa? bilang sama ibu,”
TIAN              : (diam sejenak) “Tapi..,”
DIYAH           : (memotong) “Kamu nggak usah takut. Ibu ada uang, kok. Ini memang tanggung jawab ibu buat ngurusin kamu.
TIAN              : “Tapi, bu. Tian takut nyusahin ibu,” (nada memelas)
DIYAH           : “Nggak, apa-apa, nak. (menepuk pundak Tian) malahan, ibu merasa belum bisa kasih yang terbaik buat kamu. Setiap ibu berusaha keras, itu semua buat kamu. Ibu ingin kamu bisa jadi anak yang baik, jangan buat ulah, jangan nakal. Kamu anak ibu satu-satunya, semua harapan ibu ada di kamu.
TIAN              : “Maafkan Tian, ya, bu,”
DIYAH           : “Tidak apa-apa, nak. Dengarkan ibu, Ibu percaya sama kamu, dan ingat..jangan macam-macam, ya”
TIAN              : “Ee.. iya, bu, insya Allah,”

7.      INT. RUMAH FIRDA. SORE.
Cast: Tian, Firda, Nina, Ririn, Zuli
Masing-masing dari mereka sudah mendapatkan uang yang dibutuhkan. Rencana selanjutnyapun siap untuk disusun.

FIRDA           : “Udah dapat uangnya, nggak? aku udah ada, nih,”
ZULI              : “Sipp, nih (menyerahkan beberapa lembar uang) aku tadi sama Ririn bantu-bantu cuci piring di warung, lumayanlah bayarannya.
RIRIN            : “Tapi, ya maaf, kita dapatnya segitu. Cuma bantuin sebentar, ibu yang punya warung nggak mau kasih lebih banyak lagi. Itu aja kita sampai mohon-mohon,”
FIRDA           : “Nggak, apa-apa. (mengambil uang) udah lumayan. Punyamu, Nin,”
NINA              : “(menyerahkan uang) nih, aku dapat lebih banyak dari bapak. Aku bilang saja buat beli buku yang mahal, tanpa curiga, langsung kasih,”
FIRDA           : “Sippp, Nina kalau masalah begini jago. Nah, sekarang kamu, Yan,”
TIAN              :”(ragu-ragu) ini, maaf. Nggak banyak, aku minta ibu segitu, aku nggak tega,”
FIRDA           : “(menepuk pundak) kamu tenang saja, Yan. Ini juga buat ibumu. Oh, ya kayaknya udah cukup, nih. Kamu yang beli kambingnya, ya. Nanti aku hubungi akang dukun, itu. Bisanya jam berapa,(menyerahkan uang)”

8.      EXT. JALANAN. SORE.
Cast: Tian, Ana
Sorenya, Tian langsung pergi ke pasar hewan untuk mencari kambing yang di butuhkan. Tapi di perjalanan, Tian tak sengaja bertemu dengan Ana.

ANA               : “Tian?”
TIAN              : “Eh, Ana (senyum malu). Dari mana, ya?”
ANA               : “Baru dari warung, beli gula buat ibu aku, kamu sendiri mau ke mana?”
TIAN              : “Aku mau ke pasar he.. ah, maksudku mau ke pasar beli helm. Helmku hilang kemarin,”
ANA               : “Oh, begitu, aku kira yang lain. Ya sudah, ya. Sudah ditunggu ibu, nih, permisi. Assalamualaikum,”
TIAN              :”Waalaikumsalam,”

9.      EXT. LAPANGAN. MALAM.
Cast: All cast (-Diyah)
Anak kambing sudah didapat. Dan Firda sudah menghubungi si dukun untuk serah terima kambing. Afif menjebak mereka di sebuah lapangan untuk mengambil kambing yang ia pesan.

IFAH              : “Kamu beneran minta janjian di sini? serem banget, Fif,”
AFIF               :Ya, iyalah. Kalau di sini itu bakal meyakinkan mereka bahwa dukun Keramat Jati itu ada,”
ANA               : “Bagus, deh. Terus kamu nanti rencananya mau apakan mereka?”
AFIF               :Lihat saja tanggal mainnya,”
IFAH              : “(melihat Tian dan kawan-kawan) eh, sembunyi mereka sudah datang,”
Tampak Firda dan Nina datang lebih dulu, keduanya tampak resah tidak menemukan teman-teman yang lainnya. Sesaat kemudian, datanglah Zuli dan Ririn sambil berlarian mendekat.

FIRDA           : “Eh, jangan lari-larian. Nah, loh, (melihat kaki Ririn dan Zuli) itu sandal kenapa selingkuh?”
NINA              : “Pakai acara bawa mukena lagi, habis dari mushola?”
RIRIN            : “Ya, dari mushola aja, masuk sebentar terus kabur,”
ZULI              : “Gara-gara gugup ambil sandal, jadinya, ya gini. ketuker. Kalau nggak gini kita nggak boleh keluar,”
NINA              : “(melihat Tian) udah, ah. Cepet tukeran sandal kalian, itu Tian sudah dekat,”
TIAN              : “Eh, maaf, aku terlambat, bantu ibu dulu di rumah, kambingnya udah aku bawa. Tapi aku ikat di pohon sana,”
RIRIN            : “Nggak apa, Yan. Kita juga baru datang. Oh, ya ketemuan di mana kita?”
FIRDA           : “Di sini, coba kita panggil, akang dukunnn..,”
AFIF               : “Iya, kalian sudah datang semua?”
ZULI              : “Sudah, udah kumpul semua, nih. Sekarang mau, apa?”
AFIF               : “Kambingnya, lah,”
TIAN              : “Sudah aku ikat di pohon, bisa di ambil,”
FIRDA           : “Nah, sekarang mana yang akan akang dukun berikan buat kami, jangan sekali-kali nipu, ya!”
RIRIN            : “Heem, ayo cepat sudah malam, nih,”
AFIF               : “Kalian tenang dulu, sekarang coba lihat batu di depan kalian. Coba lihat ada apa di bawahnya”
TIAN              : “(mendekati batu) amplop? apa ini?”
AFIF               : “Saya akan jelaskan, itu amplop yang berisi pesan saya. Ingat, jangan kalian buka sekarang. Kalian hanya boleh membuka sebelum masuk ruang ujian. Kalau kalian membukanya sekarang, isinya akan sia-sia, mengerti,”
ALL                : “Mengerti..”
AFIF               : “Bagus, sekarang, dalam hitungan ketiga kalian harus pergi meninggalkan lapangan ini, 1… 2… 3… lariiiii….,”

Tian dan teman-temannya lari terbirit-birit meninggalkan lapangan. Dirasa sudah cukup jauh, Afif, Ifah dan Ana keluar dari persembunyian sambil tertawa tertahan.

ANA               : “Hebat kamu, Fif. Terima kasih, ya. Semoga mereka sadar,”
AFIF               : “Amin, semoga mereka nanti sadar kalau tindakannya itu salah,”
IFAH              : “Ya, nah.. ngomong-ngomong amplop tadi isinya apa, Fif?”
AFIF               : “Rahasia, kalau aku kasih tahu sekarang, isinya nggak manfaat lagi,”
IFAH              : “Bisa saja kamu. Oh iya, Na. Kambing di pohon itu kamu bawa, ya. Nati kalau mereka sadar, kamu kembalikan lagi saja,”
ANA               : “Loh, bukannya itu rejeki kalian?”
AFIF               : “Nggak, lah, Na. Kita bisa ngerjai mereka saja sudah senang banget, kita ikhlas kok bantu kamu,”
ANA               : “Terima kasih banyak, ya,”

10.  INT. SEKOLAH. PAGI.
Cast: Tian, Firda, Nina, Ririn, Zuli
Hari pertama ujian telah tiba. Semua murid sekolah sudah bersiap-siap untuk memasuki ruang kelas masing-masing. Lima menit sebelum bel berbunyi, Tian dan kawan-kawan bersiap untuk membuka amplop pemberian dukun Keramat Jati beberapa hari yang lalu.

NINA              : “Kalian sudah siap?”
ALL                : “Hem..,”
NINA              : (membuka perlahan-lahan segel amplop) kertas?”
ALL                : “KALIAN MAU MINTA PESAN APA? LIHAT WAJAH SAYA SAJA ENGGAK PERNAH. HAHA.. MAU-MAUNYA KALIAN SAYA TIPU. PESAN SAYA KALAU MAU MULAI UJIAN BELAJAR DULU DAN JANGAN LUPA MINTA PETUNJUK ALLAH SWT. SELAMAT UJIAN…!! TTD: AKANG DUKUN.
ALL                : “Ah…”
FIRDA           : “Untung saja semalam belajar, dasar dukun kepo,”
RIRIN            : “Aduh, bagaimana, ini nggak belajar,”
ZULI              : “Sama, ha.. sudah masuk ah..,”

Tian masih berdiri sendiri di depan kelas. Wajahnya tampak sedih, menyesali apa yang sudah ia lakukan. Rasa bersalah itu datang juga.

TIAN              : “Maafkan Tian, bu,” (melihat Ana datang)
ANA               : “Sudah, lah, Yan. Jangan sedih, kita serahkan saja kepada Allah. Sekarang kita berusaha lebih keras lagi. Oh ya, semalam aku didatangi orang ngantar kambing. Katanya dia minta kambing itu diberikan ke kamu,”
TIAN              : “Kambing? siapa?”
ANA               : “Aku nggak tahu, sudahlah, nanti pulang sekolah kamu ambil, ya. Rejeki kamu itu. Ayo sekarang kita masuk kelas saja, belajar. Mumpung masih ada waktu,”

Akhirnya, mereka berdua masuk ke kelas bersama. Kesalahan bisa dijadian pembelajaran untuk di kemudian hari. Begitupula dengan Tian. Ia sadar akan sikapnya yang tidak hanya merugikan diri sendiri, namun orang lain yang ternyata peduli dengannya ikut-ikut menjadi korban.[]

Author: Ifah ^_^
24/03/2013 10:07 PM

1 comment: