“Seperti apa rasanya jadi sepertimu?” tanyaku seolah aku sendiri tak pernah melihat tingkah polahnya setiap hari. Kecuali.. saat aktifitasnya di kamar mandi. Jika pun aku mau, saat ia mandi aku bisa muncul di sampingnya tiba-tiba. Sayangnya, aku masih memiliki rasa malu dan tentunya menjaga privasi manusia yang sudah aku jaga 17 tahun ini. Kecuali satu, ia sendiri yang mau aku muncul.
Ia hanya menatapku, “kamu mau jadi sepertiku? Padahal.. aku
sebenarnya mau jadi sepertimu?” jawabnya sambil menahan panas di matanya. Aku
pikir kamu gila, Wina. Aku tahu kamu bukan anak TK lagi yang mengidolakan
sosokku. Berkhayal memiliki sayapku untuk terbang keliling kota.
Bukan.. tapi
mengapa kamu ingin menjadi sepertiku?
Kehadiranku ini memang untuk membantumu. Meskipun orang lain
menganggapku tak ada. Menjagamu tetap nyaman dalam diam, membantumu tersenyum saat
orang lain membencimu.
“Kamu salah. Aku tahu ini tak mungkin. Aku tak mungkin
meminjam sayapmu untuk terbang. Aku manusia dan kamu beda, cukup khayalan masa
kecil yang aku anggap ada.. Itu saja.”
Aku tahu, Wina. Tugasku di sini untuk menemanimu. Ya,
maafkan aku.
No comments:
Post a Comment