Assalamualaikum.. welcome to my blog, guys..!! ^_^

Adsense

Wednesday, April 29, 2015

Makalah Tugas-Tugas dan Dimensi Perkembangan Peserta Didik


Hai, Ifah mau bagi-bagi tugas kuliah, nih. Baik banget nggak, sih? Yang lagi cari bahan buat makalah Perkembangan Peserta Didik (PPD) Ifah akan bantu dengan postingan ini.

Tapi sebenarnya, postingan ini buat mempermudah teman satu kelompok Ifah yang nggak masuk tadi (29/4) yang harusnya ambil filenya. Hehehe.. buat teman Ifah, Mimi, ini filenya, ya!

Dan buat teman-teman yang lain, semoga ini bisa membantu. Oke!!

Selamat belajar! x

---------------------------------------------------------------------

Tugas-Tugas dan Dimensi Perkembangan Peserta Didik


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Sebuah kegiatan belajar-mengajar merupakan salah satu cara memenuhi fungsi pendidikan nasional yang mana untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa dan martabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang cerdas, beriman dan percaya kepada Tuhan yang Maha Esa.
Usaha yang nantinya dapat dilakukan oleh seorang pendidik yang berkualitas adalah memahami bagaimana peserta didiknya.
Dalam kegiatan belajar mengajar, anak adalah subjek dan objek dari kegiatan pengajaran. Kegiatan pengajaran akan tercapai bila peserta didik berusaha aktif untuk mencapainya.
Belajar-mengajar adalah sebuah proses interaksi antara peserta didik dan guru. Peranan guru sebagai pembimbing mengacu pada banyaknya peserta didik yang bermasalah (Hamiyah dan Jauhar, 2014:14).
Masing-masing peserta didik memiliki karakter yang berbeda antara satu dengan yang lain. Peserta didik dapat dilihat dari perbedaan kemampuan masing-masing anak.
Perbedaan perilaku ini bisa dikarenakan perbedaan kemampuan.
Perbedaan kemampuan ini ada yang menganggap disebabkan oleh kemampuan manusia yang ditakdirkan tidak sama, ada pula yang beranggapan karena perbedaan cara menyerap informasi dari suatu gejala (Bangsawan, 2006:4). Atau dengan kata lain kecerdasan menjadi salah satu penyebab masing-masing peserta didik memiliki perbedaan. Entah pembawaan sejak lahir atau pendidikan serta pengalaman.
Betapa tingginya nilai keberhasilan seorang pendidik, program pengajara yang dilakukan secara baik dan sistematik tidak dapat berjalan dengan baik jika pendidik tidak mengetahui bagaimana perkembangan peserta didik yang dihadapinya.
Oleh sebab itu, secara spesifik pendidik harus mengetahui bagaimana anak didiknya secara mendalam. Perlu dilakukannya evaluasi terpusat dari bagaimana memahami dimensi, tugas-tugas, tahapan perkembangan bahkan sampai pada problema peserta didik yang sering terjadi.
Sebagai pedoman dalam pencapaian setiap kegiatan belajar-mengajar, pengajar diwajibkan mampu merumuskan tujuan pembelajarannya serta memahami karakteristik perilaku dan kemampuan peserta didiknya.

B.     Rumusan Masalah
Masalah menjadi dasar dalam sebuah kajian. Agar kajian dapat dilaksanakan dengan baik, masalah yang begitu kompleks harus dirumuskan agar menjadi lebih fokus. Terdapat enam masalah dalam kajian ini.
1.      Bagaimanakah bawaan sejak lahir atau lingkungan?
2.      Apa sajakah bukti pengaruh hereditas?
3.      Apa sajakah dimensi perkembangan peserta didik?
4.      Apakah problema yang dapat mempengaruhi perkembangan peserta didik dan lingkungan?
5.      Apakah tugas-tugas perkembangan?
6.      Bagaimanakah tahapan perkembangan peserta didik?

C.    Tujuan
Tujuan merupakan implementasi dari masalah yang telah ditentukan. Berdasarkan masalah yang ada, terdapat enam tujuan dalam kajian ini.
1.      Untuk menjelaskan bawaan sejak lahir atau lingkungan.
2.      Untuk memaparkan bukti pengaruh hereditas.
3.      Untuk memaparkan dimensi perkembangan peserta didik.
4.      Untuk memahami problem yang dapat mempengaruhi perkembangan peserta didik dan lingkungan.
5.      Untuk mempelajari tugas-tugas perkembangan.
6.      Untuk menjelaskan tahapan perkembangan peserta didik.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Bawaan Sejak Lahir atau Lingkungan
Secara garis besar faktor perkembangan dan bawaan sejak lahir dapat dikemukakan oleh pendapat para ahli ada tiga golongan yaitu:
a.         Aliran Nativisme
Menurut aliran ini bahwa perkembangan individu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir (natus = lahir). Anak sejak lahir membawa sifat-sifat dan dasar-dasar tertentu yang dinamakan pembawaan. Para ahli yang mengikuti paham ini biasanya menunjukan berbagai kesamaan/kemiripan antara orang tua dan anak. Misalnya kalau ayahnya ahli musik maka anaknya juga akan menjadi ahli musik. Ayahnya seorang guru maka anaknya juga akan menjadi anak yang pandai karena mewarisi sifat genetik sang ayah dan juga kemungkinan akan bisa menjadi guru juga. Keistimewaan yang dimiliki orang tua biasanya juga dimiliki anaknya.
Sifat pembawaan tersebut mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan individu. Pendidikan dan lingkungan hampir tidak ada pengaruhnya terhadap perkembangan anak. Tokoh aliran ini adalah Schopenhauer dan Lombroso.
.
b.      Aliran Empirisme
Menurut aliran ini bahwa perkembangan individu semata-mata dipengaruhioleh faktor dari luar (lingkungan). Sedangkan pembawaan tidak memiliki peranan sama sekali. Tokoh aliran ini ialah John Locke (1632-1704) yang terkenal dengan teori “Tabularasa”. Para ahli yang memiliki paham ini biasanya menyatakan bahwa tidak ada kemiripan antara orang tua dan anak. Misalnya kalau ayahnya seorang dokter tapi anaknya tidak mengikuti jejak ayahnya yang menjadi dokter tetapi, dia lebih suka bermain musik dan belajar kesenian karena pengaruh melihat teman-temannya yang suka baermain musik. Ada juga seorang ayah yang pandai dan jenius tetapi anaknya tidak pandai karena keseringan main dengan teman-teman yang tidak rajin belajar dan lebih suka main Ps. Maka faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi perkembangan individu.
c.       Aliran Konvergensi
Menurut aliran ini bahwa manusia dalam perkembangan hidupnya dipengaruhi oleh bakat atau bawaan dan lingkungan. Manusia lahir telah membaw benih-benih tertentu dan bisa berkembang karena pengaruh lingkungan. Aliran ini dipelopori oleh W. Stren.
Pada umumnya paham inilah yang sekarang banyak di ikuti oleh para ahli pendidikan dan psikologi, walaupun banyank juga kritik yang dilontarkan terhadap paham ini. Salah satu kritik ialah Stren tidak dapat dengan pasti menunjukan perbandingan kekuatan dua pengaruh itu. Dengan demikian pendidikan harus mengusahakan agar benih-benih yang baik dapat berkembang optimal dan benih-benih yang jelek ditekan sekuat mungkin sehingga tidak dapat berkembang.

B.     Bukti Pengaruh Hereditas
Menurut McDevitt dan Ormrod (dalam Danim, 2013:91) hasil penelitian membuktikan bahwa ukuran kecepatan pengolahan informasi berkolerasi positif dengan skor IQ. Kecepatan pemrosesan tergantung pada efisiensi neurologis dan kematangan yang dikendalikan secara genetik. Dari sudut pandang ini, ada bukti kuat bahwa tingkat kecerdasan seseorang sangat ditentukan oleh faktor keturunan.
Banyak pula ditemukan anak-anak dengan cacat genetik tertentu memiliki IQ rata-rata jauh lebih rendah dari rekan-rekan mereka yang tidak memiliki cacat yang sama (Keogh dan MacMillan dalam Danim, 2013:91).
Akan tetapi bukti paling meyakinkan berasal dari studi kembar dan studi adopsi.

Studi Si Kembar
Sejumlah penelitian telah menggunakan kembar monozigotik (identik) dan kembar dizigotik (persaudaraan) untuk mengetahui berapa kuat faktor hereditas mempengaruhi IQ.
Kebanyakan kembar dibesarkan bersama-sama dengan orang tua dan di rumah yang sama, mereka dibentuk oleh lingkungan yang sama serta gen yang serupa. Namun bahkan ketika kembar dibesarkan secara terpisah (ungkin karena mereka telah diadopsi dan dibesarkan oleh orang tua yang berbeda), mereka juga memiliki skor IQ yang sama.

Studi Adopsi
                        Cara lain untuk membedakan pengaruh hereditas dan lingkungan adalah membandingkan anak-anak yang diadopsi oleh kedua orang tua biologis dan angkat mereka. Anak yang diadopsi cenderung mirip dengan orang tua biologis merea dalam susunan genetiknya. Sedangkan lingkungan mereka, tentu saja lebih dekat cocok dengan orang tua angkat mereka.
                        Selain itu, menurut Bouchard (dalam Danim, 2013:93) korelasi antara anak yang diadopsi dan orang tua biologis mereka menjadi lebih kuat, dan korelasi antara anak-anak dan orang tua angkat mereka menjadi lemah, sebagai anak-anak tumbuh lebih tua, terutama selama masa remaja akhir. Studi adopsi dan studi kembar tidak memungkinkan peneliti untuk mengkaji cara-cara dimana keturunan dan lingkungan mungkin berinteraksi dalam pengaruhnya terhadap tingkat kecerdasan.
                        Hal ini bukan untuk mengatakan bahwa anak-anak ditakdirkan memiliki tingkat kecerdasan yang sama dengan orang tua biologis mereka. Sehingga, faktor genetik mungkin bukan merupakan prediktor pasti tentang potensi IQ mereka sendiri, karenanya faktor lingkungan sangat mungkin juga membuat perbedaan yang cukup.

C.    Dimensi Perkembangan Peserta Didik
Perkembangan manusia dapat dilihat dari multidimensi, baik fisik maupun nonfisik. Perkembangan itu umumnya berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkelanjutan. Dan untuk hal-hal yang bersifat nonfisik, bisa saja sifat perkembangannya berlangsung secara acak. Dimensi-dimensi perkembangan individu, termasuk peserta didik dapat digolongkan menjadi :
1.      Perkembangan fisik. Perkembangan fisik individu mencakup aspek-aspek anatomis dan fisiologis.
2.      Perkembangan perilaku psikomotorik. Perkembangan ini menuntut koordinasi fungsional antara sistem syaraf dan otot, serta fungsi-fungsi psikis.
3.      Perkembangan bahasa. Manusia memiliki potensi dasar berbahasa, tergantung pada dimana dia bermukim dan berinteraksi dengan masyarakat disekitarnya.
4.      Perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif sama dengan perkembangan kapasitas nalar otak atau inteligensi. Dan perkembangan inteligensi berlangsung sangat pesat sampai masa remaja.
Banyak versi teoritis mengenai tahap perkembangan kemampuan berpikir atau kognitif anak. Teori tahap perkembangan kognitif dikemukakan oleh psikolog Swiss, Jean Piaget (1896-1980). Menurut Piaget ada empat tahap perkembangan kognitif manusia :
a.       Tahap sensorimotorik (sensorymotor stage), yang berlangsung sejak manusia dilahirkan sampai kira-kira berusia 2 tahun.
b.      Tahap praoperasional (praoperational stage), yang berlangsung sejak kira-kira anak berusia 2-7 tahun.
c.       Tahap operasional kongkrit (cuncrete operational stage), yang berlangsung kira-kira pada usia 7-11 tahun.
d.      Tahap operasional formal (formal operational stage), yang terjadi antara usia 11-15 tahun atau seusia sekolah menengah pertama hingga kelas bawah sekolah menengah atas.
5.      Perkembangan perilaku sosial. Manusia merupakan makhluk sosial, begitupula dalam perilaku sosial tampak dalam peran yang ditampilkan, respon interpersoanal yang berkaitan dengan kesukaan, kepercayaan terhadap individu lain ataun respon ekspresif yaitu ciri-ciri respon interpersonal yang berkaitan dengan ekspresi diri, kebiasaan-kebiasaan yang khas dan sebagainya.
6.      Perkembangan moralitas. Dalam tahap perkembangan moral ini adalah ukuran dari tinggi atau rendahnya moral seseorang berdasarkan penalaran moralnya.
7.      Perkembangan bidang keagamaan. Manusia meyakini bahwa ada kekuatan yang “Serba Maha” di luar dirinya. Sehingga inilah penghayatan dibidang keagamaan, dalam apapun agama yang dianutnya.
8.      Perkembangan konatif. Konatif merupakan perilaku yang berkaitan dengan motivasi atau faktor penggerak perilaku yang berkaitan dengan motivasi atau faktor penggerak perilaku seseorang yang bersumber dari kebutuhan-kebutuhannya. Dan motivasi ini bisa bersumber dari dorongan internal dan eksternal.
9.      Perkembangan emosional. Dalam perkembangan emosional melibatkan banyak variabel, seperti rangsangan yang menimbulkan emosi, perubahan fisiologis, suasana lingkungan, kondisi kesehatan, ketersediaan kebutuhan, iklim interaksi dengan lingkungan dan orang lain.

D.    Perkembangan Peserta Didik dan Lingkungan
Masa depan manusia banyak dipengaruhi oleh rangsangan lingkungan sekitar. Namun antara rangsangan lingkungan dulu dan kini sungguh berbeda. Dari lingkungan inilah potensi bawaan seseorang hampir sering berubah sepanjang perjalanan hidup manusia.
Salah satu contohnya adalah perbedaan manusia sejak ia mulai dilahirkan. Bayi akan mengadaptasi apapun yang sedang terjadi di lingkungannya, seperti meniru orang tua atau siapapun yang dekat dengannya. Kesadaran itu bersumber dari dirinya sendiri dan interaksi sosial dengan orang lain.
Berikut adalah ragam perkembangan anak baik dari faktor bawaan karena bentuk lingkungan itu sendiri, khususnya lingkungan sosial.
1.      Kesadaran diri. Kesadaran diri tergantung pada pematangan sistem sarafnya. Namun pada saat kesadaran diri digabung dengan kesadaran orang lain akan membentuk inti dari perkembangan kehidupan sosialnya. Oleh sebab itu seorang anak harus selalu diajarkan melakukan kontak sosial dengan lingkungannya.
2.      Pengacuan sosial. Anak memiliki kemampuan melihat ekspresi wajah orang lain untuk memutuskan cara untuk menanggapinya. Pada saat akhir tahun pertama, bayi mulai sadar akan ekspresi orang lain dan mencari bimbingan dari mereka. Kemampuan ini merupakan akar dari suatu keterampilan sosial penting. Oleh karena itu keterampilan sosial dan perkembangan emosional ikut dibentuk oleh bagaimana cara pengasuhan.
3.      Periode kritis. Akibat pengaruh lingkungan, kadar kesensitivitas seorang anak dapat meningkat, baik itu secara positif atau  bahkan negatif. Peristiwa-peristiwa yang nantinya terjadi selama periode kritis dapat menentukan apakah anak berkembang secara normal atau sebaliknya. Pada periode kritis ini sentuhan lingkungan menjadi pengalaman awal yang memberikan efek pada kehidupan anak di kemudian hari.
4.      Perawatan primer. Anak mendapatkan perawatan primer dari lingkungannya, terutama orang tua atau pengasuh. Mereka mengembangkan dan mengajarkan hubungan emosional serta fisik dengan orang lain di lingkungannya.
5.      Pengayaan dalam pengembangan. Lingkungan merangsang perkembangan fisik, emosi, persepsi, dan intelektual anak. Salah satu contohnya adalah saat anak berusia 5 bulan, yang mana ia ingin menyentuh apa saja di sekitarnya. Bagian inilah sedang terjadi perkembangan motorik, asalkan tidak berbahaya.
(Danim, 2013:95)

E.     Tugas-tugas Perkembangan Peserta Didik
Tugas perkembangan atau develompment task menurut Havirgust (Robert James Havirgust) adalah “tugas-tugas yang harus dipecahkan atau diselesaikan oleh setiap individu pada setiap periode perkembangannya agar supaya individu tersebut menjadi berbahagia”.
Menurut Hurlock, tujuan mempelajari tugas perkembangan sebagai berikut.
1.      Mendapatkan petunjuk bagi individu untuk mengetahui apa yang diharapkan masyarakat dari mereka pada periode usia-usia tertentu.
2.      Memberikan motivasi kepada individu untuk melakukan apa yang diharapkan dari mereka oleh kelompok sosial pada usia tertentu sepanjan kehidupannya.
3.      Menunjukkan kepada individu tentang apa yang akan dihadapi dan tindaka pa yang diharapkan kalau sampai pada tingkat perkembangan berikutnya.
Begitupula, adapun faktor yang mempengaruhi tugas berkembangan yaitu:
a.       Tuntutan kebudayaan.
b.      Kematangan fisik.
c.       Kepribadian seseorang.
Tugas-tugas perkembangan berkenaan dengan sikap, perilaku dan keterampilan idealnya. Harus dikuasai dan diselesaikan sesuai dengan fase usia perkembangannya. Tugas-tugas perkembangan individu bersumber pada  faktor-faktor kematangan fisik, tuntutan kultural kemasyarakatan. Cita-cita dan norma-norma agama. Di bawah ini dikemukakan Havighurat (1948) mengenai tugas-tugas perkembangan. Selanjutnya, dikemukakan juga tugas-tugas Perkembangan Peserta Didik Usia sekolah. Materinya dikembangkan dari berbagai sumber.
Adapun Periode Perkembangan dan Tugas-tugas Perkembangan.
1.    Masa Bayi dan Kanak-kanak Awal (0.0-6.0 tahun)
a.       Belajar berjalan pada usia 9.0 - 15.0 bulan.
b.      Belajar memakan makanan padat.
c.       Belajar berbicara
d.      Belajar buang air kecil dan buang air bersar.
e.       Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin.
f.       Mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis.
g.      Membentuk konsep–konsep sederhana kenyataan sosial dan alam.
h.      Belajar mengadakan hubungan emosional dengan orang tua, saudara dan orang lain.
i.        Belajar mengadakan hubungan baik dan buruk dan perkembangan kata hati.
2.      Masa Kanak –Kanak Akhir dan Anak Sekolah (6.0 – 12.0 usia SD/Sederajat)
a.       Belajar  membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis.
b.      Belajar bergaul dengan teman sebaya.
c.       Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya.
d.      Belajar ketrampilan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung.
e.       Belajar mengembangkan konsep-konsep sehari-hari.
f.       Mengembangkan kata hati.
g.      Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi.
h.      Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial.
3.      Masa Remaja (12.0 – 21.0)
a.       Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya.
b.      Mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita.
c.       Menerima keadaan fisik dan menggunakan secara efektif.
d.      Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.
e.       Mencapai jaminan kemandirian ekonomi.
f.       Memilih dan mempersiapkan karier.
g.      Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga.
h.      Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan bagi warga negara.
i.        Mencapai perilaku yang bertanggungjawab secara sosial.
j.        Memperoleh seperangkat nilai sitem etika sebagai Petunjuk atau pembimbing dalam berperilaku.
(Danim, 2013:111-112)

Dari berbagai sumber, berikut ini juga dikembangkan tugas-tugas perkembangan anak sejak usia prasekolah sampai dengan sekolah menengah atas. Pemahaman ini penting bagi guru dalam rangka memberikan layanan pembelajaran dan bimbingan konseling/karier.
1.      Masa Usia Prasekolah
a.       Menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya.
b.      Masa belajar pada tahun pertama dalam kehidupan individu atau masa oral (mulut) , karena mulut dipandang sebagai sumber kenikmatan dan merupakan alat untuk melakukan eksplorasi dan belajar.
c.       Belajar berjalan sehungga anak belajar menguasai ruang, mulaidari yang paling dekat sampai yang paling jauh.
d.      Pembiasaan terhadap kebersihan.
e.       Perkembangan rasa keindahan.
2.      Masa Usia Sekolah Dasar
a.       Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan dengan prestasi.
b.      Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan tradisional.
c.       Adanya kecenderungan memuji diri sendiri.
d.      Membandingkan dirinya dengan orang lain.
e.       Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggap tidak penting.
f.       Minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret.
g.      Amat realitis, rasa ingin tahu dan ingin belajar.
h.      Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal atau mata pelajaran khusus sebagai mulai menonjolnya bakat-bakat khusus.
i.        Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran tepat mengenai prestasi sekolahnya.
3.      Tingkat SMP (Depdiknas 2003)
a.       Mencapai perkembangan diri sebagai remaja yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b.      Mempersiapkan diri, menerima dan bersikap positif serta dinamis terhadap perubahan fisik dan psikis yang terjadi pada diri sendiri untuk kehidupan yang sehat.
c.       Mencapai pada hubungan yang baik dengan teman sebaya dalam peranannya sebagai pria atau wanita.
d.      Menatap nilai dan cara bertingkah laku yang dapat diterima dalam kehidupan sosial yang lebih luas.
e.       Mengenal kemampuan bakat, dan minat serta arah kecenderungan karier dan apresiasi seni.
f.       Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan kebutuhannya untuk mengikuti dan melanjutkan pelajaran dan atau mempersiapkan karier serta berperan dalam kehidupan masyarakat.
g.      Mengenal gambaran dan sikap tentang kehidupan mandiri secara emosional, sosial dan ekonomi.
h.      Mengenal sistem etika dan nilai-nilai sebagai, anggota masyarakat dan minat manusia.
4.      Tingkat SMA/Sederajat (Depdiknas, 2003)
a.       Mencapai kematangan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b.      Mencapai kematangan dalam hubungan teman sebaya, serta kematangan dalam perannya sebagai pria atau wanita.
c.       Mencapai kematangan pertumbuhan jasmaniah yang besar.
d.      Mengembangkan pengetahuan ilmu, teknologi, dan kesenian sesuai dengan program kurikulum persiapan karier dan melanjutkan pendidikan tinggi serta berperan dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas.
e.       Mencapai kematangan dalam pilihan karier.
f.       Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan mandiri secara emosional, sosial, intelectual dan ekonomi.

F.     Tahapan Perkembangan Peserta Didik
Perubahan akan selalu dialami oleh setiap manusia sejak ia lahir hingga mencapai kedewasaan. Perubahan ini terjadi secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan dari diri individu.
Sistematis artinya perkembangan itu dalam makna normal jelas urutannya. Progresif bermakna perkembangan itu merupakan metamorfosis menuju kondisi ideal. Sedangkan berkesinambungan bermakna ada konsistensi laju perkembangan itu sampai dengan tingkat optimum yang bisa dicapai (Danim, 2013:97).
Levinson (dalam Danim, 2013:97) menjelaskan bahwa siklus kehidupan manusia terdiri dari empat urutan yang masing-masing berlangsung selama sekitar dua puluh lima tahun. Berikut beberapa periode perkembangan manusia.
1.      Masa anak-anak dan remaja, sejak lahir sampai dengan usia dua puluh tahun. Transisi awal terjadi pada usia anak tiga tahun.
2.      Masa dewasa awal, umur 17 – 45 tahun.
-          Transisi awal, umur 17 – 22 tahun
-          Memasuki dunia dewasa, umur 22 – 28 tahun
-          Umur 30 tahun, transisi antara 28 – 33 tahun
-          Menetap, umur 33 – 40 tahun
3.      Masa dewasa tengah, umur 40 – 65 tahun
-          Transisi setengah baya, umur 40 – 45 tahun
-          Memasuki usia dewasa tengah, umur 45 – 50 tahun
-          Umur 50 tahun, transisi umur 50 – 55 tahun
-          Puncak dari dewasa tengah, umur 55 – 60 tahun
4.      Masa dewasa akhir dewasa, usia 60 tahun
5.      Akhir dewasa, transisi umur 60 – 65 tahun
Terjadi perbedaan atau transisi pada masing-masing era. Erik Erikson (dalam Danim, 2013:98) berpendapat bahwa cir-ciri kepribadian manusia itu muncul secara berlawanan, antara pesimis atau optimis, independen atau tergantung, emosional atau tanpa emosi, petualang atau hati-hati, pemimpin optimis atau pengikut, agresif atau pasif, dan sejenisnya.
Erik melanjutkan bahwa perkembangan individu ditentukan oleh pengaruh interaksi antara faktor genetika (biologis), pikiran (psikologis), dan budaya (etos). Sehingga dapat diklasifikasikan dalam delapan tahap perkembangan kehidupan manusia dari ia lahir hingga mati.
1.      Fase bayi: sejak lahir sampai usia 18 bulan. Masa bayi disebut sebagai tahap sensori oral (oral sensory stage), dengan ditandai kebiasaan memasukan segala sesuatu ke mulut. Pada fase ini sosok ibu sangat dibutuhkan untuk proses merawat secara positif dan penuh kasih sayang. Utamanya pada kontak visual dan sentuhan.
2.      Fase usia dini: usia 18 bulan sampai 3 tahun. Hal penting dalam fase ini adalah kontrol diri, keberanian, dan kemauan. Anak sedang belajar menguasai keterampilan untuk dirinya sendiri. Ia belajar berjalan, berbicara, mengembangkan gerakan yang lebih halus. Serta anak memiliki kesempatan membangun harga diri sebagai manusia, mengontrol tubuhnya, mendapat keterampilan baru, serta belajar benar dan salah. Hasil akhir yang dapat terlihat nanti adalah bentuk rendah diri.
3.      Fase bermain: umur 3 – 5 tahun. Pada fase ini anak mengalami suatu keinginan untuk meniru orang dewasa di sekitarnya dan berinisiatif menciptakan situasi bermain. Fase ini pula anak telah mampu menjawab pertanyaan ‘mengapa’ atau mengajukan pertanyaan. Anak-anak akan lebih terlibat dengan peran sosial atau hubungan dengan keluarga inti.
4.      Fase sekolah: umur 6 – 12 tahun. Pada fase ini sering disebut latency, manusia mampu belajar, menciptakan dan menyelesaikan berbagai keterampilan baru dan pengetahuan. Fase ini penting dari segi pengembangan sosial anak. Posisi orang tua tidak lagi menjadi pihak utama namun keberadaannya masih dirasa penting.
5.      Fase remaja: umur 12 – 18 tahun. Kekuatan dasar dari fase ini adalah pengabdian dan fidelity. Manusia di fase ini sebagian besar bergantung pada apa yang dilakukannya. Ini adalah masa remaja, ia tidak lagi anak-anak namun belum masuk fase kehidupan orang dewasa. Mereka mencoba mencari jati diri sendiri, berjuang dengan interaksi sosia. Hubungan dengan teman sebaya menjadi sangat penting.
6.      Fase dewasa muda: umur 18 – 35 tahun. Pada fase ini manusia memiliki kekuatan pada segi afiliasi dan cinta. Tahap awal menjadi seseorang dewasa yang mana mencari banyak sahabat dan cinta. Fase inilah manusia mulai menjalin hubungan seperti pernikahan, hubugan dengan teman dan memulai sebuah keluarga.
7.      Beberapa dari mereka yang berusia tiga puluh masih saja ada yang belum memulai membentuk sebuah keluarga. Jika tahap ini berhasil, seseorang akan mengalami keintiman pada tingkat yang dalam. Namun sebaliknya, jika tidak akan mungkin muncul rasa isolasi dan jarak dari orang lain. dunia pergaulannyapun akan terkesan menjauh.
8.      Fase dewasa tengah: umur 35 sampai dengan 55 atau (mungkin bahkan usia 65 tahun). Ini adaah fase kedewasaan. Kekuatan dasarnya adalah produksi dan perawatan. Pada usia ini manusia cenderung mampu melakukan karya kreatif yang bermakna dan membicarakan seputar kehidupan berkeluarga. Ia kan menjadi lebih bertanggung jawab dengan perannya.
9.      Dewasa akhir: umur 55 atau 65 tahun hingga kematian. Dasar kekuatannya adalah kebijaksanaan. Orang mulai mempersiapkan kehidupan pada tahap dewasa tengah dan tahap terakhir dia sudah merasa nyaman. pada fase ini orang merasakan besarnya hikmat dunia kemudian mereorientasi kepedulian yang mulai “terpisah” dengan kepentingan kehidupan duniawi, atau menerima kematian sebagai penyelesaian kehidupan. 


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Uraian pembahasan yang begitu detail, mendalam, dan panjang perlu diambil intinya sehingga dapat dipahami dengan mudah. Inti dari pembahasan tersebut merupakan simpulan kajian. Berdasarkan pembahasan pada bab II, dapat diambil enam simpulan.
1.         Secara garis besar faktor perkembangan dan bawaan sejak lahir dapat dikemukakan oleh pendapat para ahli ada tiga golongan yaitu: aliran nativisme, aliran empirisme, dan aliran konvergensi.
2.         Kecepatan pemrosesan tergantung pada efisiensi neurologis dan kematangan yang dikendalikan secara genetik. Akan tetapi bukti paling meyakinkan mungkin berasal dari studi kembar dan studi adopsi.
3.         Perkembangan manusia dapat dilihat dari multidimensi, baik fisik maupun nonfisik. Dimensi-dimensi perkembangan individu, termasuk peserta didik dapat digolongkan menjadi: perkembangan fisik, perkembangan perilaku psikomotorik, perkembangan bahasa, perkembangan kognitif, perkembangan perilaku sosial, perkembangan moralitas, perkembangan bidang keagamaan, perkembangan konatif dan perkembangan emosional.
4.         Masa depan manusia banyak dipengaruhi oleh rangsangan lingkungan sekitar. Namun antara rangsangan lingkungan dulu dan kini sungguh berbeda. Dari lingkungan inilah potensi bawaan seseorang hampir sering berubah sepanjang perjalanan hidup manusia.
5.         Tugas-tugas perkembangan berkenaan dengan sikap, perilaku dan keterampilan idealnya. Harus dikuasai dan diselesaikan sesuai dengan fase usia perkembangannya. Tugas-tugas perkembangan individu bersumber pada  faktor-faktor kematangan fisik, tuntutan kultural kemasyarakatan.
6.      Perubahan akan selalu dialami oleh setiap manusia sejak ia lahir hingga mencapai kedewasaan. Perubahan ini terjadi secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan dari diri individu.

B.     Saran
Penulis menyadari bahwa kajian yang telah dilakukan ini tidak terlepas dari kekurangan. Saran dan kritikan yang bersifat membangun dari pembaca sangat penulis harapkan sehingga kajian ini menjadi semakin mantap. Akhirnya, semoga kajian ini memberikan manfaat bagi pembaca dalam menambah khasanah keilmuan. Amiin.


DAFTAR PUSTAKA

Bangsawan, LT. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: CV. Citra Praya.
Danim, Sudarwan. 2013. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Alfabeta.
Hamiyah, Nur dan Muhamad Jauhar. 2014. Strategi Belajar-Mengajar di Kelas.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Qalbu, Himitshu. 2011. “Perkembangan Peserta Didik (makalah)” (online),

makalah/, diakses tanggal 1 April 2015.

------------------------------------------------------------------

Maaf, ya, Ifah nggak sempat perbaiki tulisannya, Ifah tinggal copy paste aja dari dokumen! Kalau masih ada tambahan silakan tinggalkan komentar. Thanks! x

-----------------------------------------------------------------------

1 comment:

  1. saya sangat tertarik dengan artikel ini, beruntung sekali menemukan artikel ini dipencarian, semoga menambah referensi saya tentang belajar online marketing

    ReplyDelete