Di Pulau Bokori |
Hitungannya, Kamis tanggal 13 Oktober adalah hunting data, kita waktu itu positif keliling Kendari dari pagi sampai malam. Jumatnya, hari tempur. Menurut pembina BPSMI, tangkai lomba penulisan adalah tangkai lomba paling membosankan sepanjang sejarah. Bayangkan, siapa juga yang mau nonton orang nulis. Duduk doang, dipanggil? iya kalau mau noleh, 8 jam duduk hadap laptop. Mau apa? Tepekur dengan imaji masing-masing.
Subuh sebelum siap-siap lomba |
Peserta yang akan lomba hari itu akan berdiri di tengah, melingkar kalau lebih dari satu orang. Kemudian ada satu pemimpin doa dari pihak BPSMI atau pihak lain yang mau berdoa untuk kami, berdiri di antara kami yang lomba. Sementara teman-teman lain yang tidak ikut lomba hari itu diminta bergandengan mengelilingi kami. Melingkar seperti pagar menjaga kami. Menunduk bersama dan.. we pray together.
Dada sesek banget tiap ada yang akan lomba. Emosinya ngumpul sampai ke ubun-ubun sampai sorakan yel-yel kami mengantar menuju mobil.
Di masing-masing ruang lomba, kami cuma dijaga pembina. Itupun di luar. Aku sendirian masuk, awalnya ditemani pak Antok. Dititipi beberapa amunis (baca makanan) dan pesan. Sebelum mulai, aku sempatin ngaji. Apapun agama kalian, ini juga penting, teman. Di titik ini waktunya untuk berserah dan menjalankan apa yang harus kita kerjakan. Modalnya aku waktu itu cuma Quran portabel di laptop soalnya nggak bawa mushaf kecil.
Nunggu waktu lomba mulai |
Detik-detik menakutkan selanjutnya adalah pengumuman tema. Dan temanya saat itu adalah... keseimbangan semesta laut.
Secara garis besar, otak aku bekerja cepat buat menghubungkan apa yang aku dapat selama hunting. Tapi ternyata, hasilnya nol besar. Nggak ada ide sampai setengah jam pertama. PECAH!! Aku baru bisa nulis 2 paragraf di 30 menit awal. Otakku nggak kerja sama sekali. Baru kali ini, pressurenya tinggi banget. Biasanya aku bisa lancar nulis dalam satu jam pertama bisa habis 4 halaman. Sedangkan ini, 1 halaman lebih sedikit. Itupun tulisannya ngaco. Parah!
Hampir nangis di sana. Nggak bisa kerja sama sekali. Waktu sempat noleh ke teman-teman yang lain, eh, ternyata wajahnya sama aja. Bingung. Beberapa kali pembina ada yang masuk kasih makanan, Pak Antok pun begitu nitipin makanan yang diberi Pak Bram buat aku (dan mbak Sukresmi begitu juga si Chema--penulisan puisi). Karena kondisi hari Jumat. Lomba discorsing beberapa jam sampai jam 1 buat solat jumat dan solat Dhuhur. Sepanjang jalan cari masjid (penuh, poll!), ketemu deh dengan peserta lain dari tangkai penulisan lain. Dan apa yang jadi topik pembicaraan kami?
Bagaimana nulisnya?
dan jawaban selalu.. au ah, pusing! ^_^
Ya, begitulah. 8 jam waktu yang diberi nyatanya kurang buat aku. Lagi-lagi nggak seperti biasanya. Lepas kontrol mikirnya. kemana-mana dan hasilnya.. nggak seratus persen yakin.
Pulang-pulang, yang ada di kepala cuma berdoa.. aku keluar ruang lomba dengan naskah tulisan selesai.. bersyukurnya minta ampun.
Pucat. Setelah keluar dari ruang lomba. Sebelum pisah (dari kiri: Aku, Nadia (Palu), Fira (Bengkulu)) |
Setelah support Monolog |
Aku sempat videoin perjalanannya ke Bokori.
Naik perahu, jalan-jalan cantik ke pantai.. Ah, itu pemandangannya nggak bisa lupa.
Ditutup, sebelum balik ke hotel, kami semua beli oleh-oleh. Wahh borong, dan yang khas di sana ternyata kacang mentenya dan coklat. Aku beli? Tentulah!! Apalagi buat teman-teman sekelas. Hah, bisa dipalak kalau nggak bawa apa-apa :)
Bokori Island! |
Dan inilah puncaknya. Malam itu jadi malam penutupan. Seluruh tangkai lomba dibacakan siapa pemenangnya. Berharap? Tentu. Tapi kecil banget kalau lihat apa yang sudah aku buat Jumat sebelumnya. But, siapa yang mau tahu. Ini hasilnya.
Makan malam sebelum berangkat penutupan |
Berdoa. Pasrah dengan hasil. |
Tangkai non pertunjukkan. Sampai akhirnya di penulisan. Aku duduk bareng mbak Sukresmi dan Alma di kiri dan kananku. Puisi jadi korban pertama. Chema anteng dengan wajah pucat, sampai akhirnya namanya tak disebut.
Dilanjut dengan cerpen. Itu Aku....
Hati makin drop waktu nama Mbak Bunga dari Jateng disebut sebagai juara harapan. Dalam hati langsung ngomong, mbak Bunga itu cerpennya bagus banget. Aku pernah tahu dia sering nulis dan dimuat di media cetak. Sedangkan aku? Dan memang benar.. aku gagal. Diikuti pula dengan Mbak Sukresmi, lakon pun punya nasib yang sama. Jatim jatuh! Semua tangkai karya gagal kecuali komik strip. Jatim mulai bangkit ketika satu persatu juara didapat dari tangkai pertunjukkan. Monolog, Tari, Dangdut putri kami juaranya. Teman-teman yang lain menyumbang dengan juara 2 sampai harapan.
Tapi jauh duduk di depan sana, dua teman aku yang lain.. cabang puisi, bahkan keduanya gagal. Mbak Ren, teman satu kamarku, dengan Mbak Ajeng, kroncong putri juga gagal sementara kroncong putra bersinar. Mereka menangis dengan lepasnya.
Closing ceremony-- Berbagai provinsi berbaur |
It's not about winning or losing, begitu Pak Bram datang dan menyalami aku dan teman-teman yang lain. Satu kata yang langsung terucap adalah.. maaf.
But, dont be sorry, dengan senyuman Pak Bram bilang jangan minta maaf. Nggak perlu minta maaf. Begitu juga kak Edo (pelatih vokal group) bilang kalau kita semua ada di kompetisi ini sudah sangat luar biasa. Indonesia melihat kamu, itu titik yang sangat tinggi.
Tapi masalah baru seolah datang ketika hati aku dan teman-teman mulai terbuka ikhlas, pertanyaan besar muncul begitu saja.. apa yang bisa kita bawa ketika pulang nanti?
Nobody works better under pressure. Kayaknya memang benar apa yang aku dan dua roommate aku setelah malam penutupan. Kita buka-bukaan saja sekarang, teman-teman. Ini adalah even terbesar pertama yang pernah aku ikuti. Justru dengan even seperti inilah, harusnya 'kelas' kompetisi macam ini yang aku ikuti seperti kata orang-orang di luar sana. Mbok makan lomba kayak gitu, Fah!
But, tolong jangan lihat sesuatu dari apa yang kalian tahu. Kekuatan bisa tersimpan di media berukuran apa saja. Pengalaman, jam terbang, apalah namanya itu tidak selamanya jadi jaminan akan suatu.. glory?
Kembali dengan apa yang sudah jadi konsekuensi ketika ikut Peksimida di Malang waktu itu. Sengaja aku mau menguji seberapa jauh aku bisa nulis cerpen yang cuma aku buat kalau mau dan mood saja. Seleksi kampus dan sampai ke provinsi kemudan banyak sekali harapan yang harus aku bawa sendirian dari Jawa ke Sulawesi. Berat. Mau nangis, sudah habis airmata. Namanya juga manusia. Kalau sudah jatuh, yang dimau cuma.. ada yang mau nangkep.
Tapi apa ada?
Hasil Jatim Peksiminas 13 tahun 2016 di malam renungan |
Renungan malam setelah kami kembali ke hotel, kami semua satu kontingen buat satu refleksi. Apa yang sudah kita perbuat selama kompetisi. Apa kesalahan kita sampai hasilnya seperti itu. Semua akhirnya kami renungkan dan bersyukur dengan hasil akhir yang Jatim dapat. Runner Up. Alhamdulillah.
Bagi siapapun yang membaca tulisan ini, please.. jadikan pelajaran. Pengalaman yang sudah aku tulis ini bukan cuma jadi bahan untuk ditakuti. Jangan. Coba belajar dari hal-hal sepele yang bisa menghancurkan diri ketika terjun di sebuah komeptisi. Aku ingat betul ketika pulang sampai di bandara Juanda, Surabaya. Pak Har (dosen) jemput kami. Pak Har cuma senyum sambil peluk aku.
Aku cuma bisa bilang, maaf. Lagi. Kayak nggak ada kata lain.
Hanya sebuah pelukan, teman-teman, dan senyuman itu booster paling hebat sekaligus paling menyakitkan. Apalagi kalau nggak orang lain yang mau datang dan memberi sesuatu. Penguat. Ketika kita jatuh. Gila, memang gila.
Semoga, bagi siapapun yang akan berlomba di even-even besar lainnya, aku berharap berkompetisilah secara sehat. Jadi diri sendiri. Belajar, Berlatih, Buat kamu bisa, Berdoa, Dan berhati-hati, karena kesalahan kecil bisa merusak semuanya. Tetap tenang dan yakin.
Terakhir. Untuk teman-teman semua yang menjadi juara, aku ucapkan selamat dan semoga bisa terus berkarya di hari-hari berikutnya!
Terima kasih,
Salam hangat di sore yang mendung, Sifah :)
Great !
ReplyDeleteBeautiful story !
Saya suka kisah ini, terselip kekuatan yang sangat besar untuk menjadi juara sebenarnya !
Lanjutkan dan jangan sia siakan kesempatan !
selalu, yang sudah lalu bisa jadi pelajaran terhebat yang pernah aku dapat.
Delete