Assalamualaikum.. welcome to my blog, guys..!! ^_^

Adsense

Wednesday, December 28, 2016

Diary PEKSIMINAS XIII2016 Kendari (Part 2) : Masih Bebas Ngomong Jawa di Sulawesi



Hey hey!

Asalamualaikum... Balik lagi dengan Part 2.

Sebelumnya aku sudah cerita bagaimana rempongnya mau berangkat di Part 1 . Kali ini, aku mau ceritakan akhirnya.. aku sampai juga di tanah luar Jawa. Alhamdulillah ya Allah, selamat sampai tujuan. walaupun sempat takut gara-gara perjalanan Surabaya ke Makassar sedikit gangguan cuaca. Turbulensi beberapa menit lumayan kerasa merinding buat aku pribadi. Tapi sampai ketinggian 300an ribu kaki selanjutnya aman-aman saja.
Kira-kira satu setengah jam perjalanan Surabaya ke Makassar buat transit. Kita diajak puter-puter dulu naik bus di Bandara Sultan Hasanuddin buat cari pesawat yang angkut kita lagi ke Kendari.Kalau nggak salah itu jaraknya deket banget. Jalan kaki ke pesawat yang parkir buat kita lanjut aja bisa, kok. Jadinya satu bus ketawa nyadar pesawatnya deket.
Transit di Bandara Sultan Hasanuddin :)

Perbedaan waktu dengan Jatim cuma satu jam. Kira-kira sore gitu kita semua sampai di Bandara Halu Oleo Kendari. Malem. Cantik banget waktu kita mau mendarat di Kendari. Langit malam plus suasana kota yang kerlap-kerlip manja dari atas manjain mata banget.

Alhasil, dimana rencana sampai Kendari adalah siang paling enggak sore, kontingen sampai bandara Halu Oleo tet sekitar jam setengah 8an malam (lupa). First impression buat bandara di sana... sepi banget. Serius. Apalagi kita semua sampai malam. Mungkin kalau nggak pas bareng dengan kontingen lain yang juga sampai malam itu, bandaranya sepi sekali. Kebetulan, Jatim sampai bareng dengan Kalimantan (lupa Kalimantan mana), Jateng, Jabar, ada juga yang DIY, dan kontingen lain. Ramenya di antrean bagasi.. sambil liat-liatan gitu.

Wkwkwk.. lawan serasa mantan :)


Celaka banget waktu kita semua akhirnya selesai cek lolos keamanan barang. Keluar dari bandara keadaan Kendari sudah gelap. Malam banget. Aku sempatin untuk minggir dan kontak ibu di Jawa. Kasih kabar kalau Sudah sampai Kendari dengan kondisi masih jet lag. Kepala pusing, lemes, badan berat semua, bawaan banyak. Tentu, rasanya paling berat kalau aku, soalnya memang kondisi bawa laptop di ransel. Biyuhhh berat!
Kendari. Ngemper baru keluar bandara.
Sepanjang selasar bandara, kita semua cuma sempat-sempatin ngobrol. Beberapa yang sakit tambah kelihatan lemes banget. Terlantar lagilah cerita. Bus jemputan ternyata harus gantian dengan kontingen lain. Para pembina BPSMI kalang kabut ngurusin anak orang segitu banyaknya. Belum lagi bawaan yang ngalah-ngalahin bedol desa. Harusnya kita semua jam segitu kudu bobok cantik di hotel. Realitanya, boro-boro tahu hotelnya, kita cuma bisa ngebayangin saja sambil leyeh-leyeh di trotoar.

Nunggu jemputan di bandara. Ini malem banget! Serius! -_-
Sambil ngobrol dengan Pak Antok dan Pak Munir (sorry, tepatnya beliau asik sendiri buat ngerokok, hehehe) dan donor darah buat nyamuk--- aku puas-puasin nunggu jemputan buat siap ke hotel. Satu persatu mobil datang. Peserta gantian dioper ke hotel naik mobil-mobil itu. Diutamakanlah yang perempuan, sakit, dan mereka yang ada di tangkai lomba dengan tuntutan kondisi fisik prima (kayak nyanyi, baca puisi, tari, dll) Tapi nyatanya, semua peserta cewek keangkut semua, secara bergilir naik mobil sambil nunggu bus yang diberikan fasilitas oleh kampus tuan rumah. Barang-barang properti ikut diangkut naik mobil pick up. Sisanya... para cowok strong dan dua cewek cantik yang belum keangkut. Siapa lagi kalau nggak satu dari tim musik dan... saya.... ^_^

Yeah, karena saya ngalah, jadinya kena angkut kloter terakhir. Naik bus bareng cowo-cowo.
Serunya nggak ketulungan.

Kontingen Jatim nginep di Hotel Kubra. Mikirnya udah seneng banget pas lihat di buku panduan kita itu nginep di hotel bintang berapa. Nyatanya... ya sudahlah, horor dikit yang penting ada tempat buat tidur. Sampai di hotel pembagian kamar sudah rampung. Aku dapat kamar nomor wiro sableng alias 212 bareng mbak Sukresmi (penulisan lakon) dan mbak Ren (baca puisi putri).


Hotelnya lumayanlah.. serem. Kenapa enggak. Aku adalah orang pertama yang coba kamar mandi. Yups, kamar mandi, apa yang aku temui? Air kran wastafel warnanya kemerahan. Kayak darah! Nggak bohong plus bonus kecoa di lubang pembuangan airnya. Mantap nggak tuh. Ya wes, kita pasrah. Toh hotelnya kita dapat begitu. Padahal samping hotel kita itu ada hotel terbaik di Kendari. Semua dewan juri dari penjuru Indonesia nginepnya di sana, guys! Miris :'( *elus dada doang, sabar-sabar*

Lobby hotel, naik ke atas kalo mau ke kamar


Rutin, setiap pagi jadwal kami semua adalah turun buat sarapan di lantai bawah, kira-kira jam 6 harus sudah turun. Dilanjut paling enggak jam 8 kita briefing pagi.
Tanggal 12 Oktober pagi adalah hari pertama kita semua buat kumpul. Sarapan dulu jadi awal kebersamaan. Ngomon-ngomong soal sarapan, jujur selera makan di sana nggak begitu cocok. Aneh banget buat lidah aku. Lebih banyak manisnya dan.. ikan. Ya, ikan! Rempahnya juga kurang kerasa. Orang Jawa, maklum. Mau beli juga kan, aduhh di sana (kalau orang Jatim) ukurannya mehong-mehong. Mau makan rada enak juga ada sih, deket hotel. Lupa tepatnya sejak malam ke berapa. Aku, Pak Munir, dan Pak Antok makan malam di kedai 'Daeng'. Deket banget sama hotel. Enak, sih, kalau sama lidah orang Jawa pas. Tiap malam ke sana, cuma ya itu harganya. Walaupun dibeliin, tetep aja aku sampe nggak tega pesennya, hehehehe. *lihat harga di daftar menu bikin syok, walaupun emang porsinya dua kali lipat porsiku makan*
Kalau dari kontingen sendiri, kami semua diwajibkan makan pisang. Lah.. kenapa pisang?
Karena ditakutkan cuaca yang bikin kita kaget waktu di Sulawesi (panas bingit) bikin badan lemes. Pisang jadi andalan tambah tenaga. Selain itu juga urusan serat. Takut kena konstipasi, sembelit, biar lancar BABnya. Gitulah pokoknya. Dan satu lagi... Redokson! ^_^


Sarapan pertama

Di sesi briefing, kita dibekali semua informasi setiap tangkai lomba, dan apa saja yang harus dipersiapkan hari itu. Benar-benar jadi hari paling krusial. Ribet sendiri-sendiri. Sempat banyak yang emosi beberapa pembina yang dapat info salah, menyalahkan panita, jadwal yang nggak pas, dan masih banyak kendala lain. Masalahnya hari itu adalah hari pembukaan Peksiminas dan untuk beberapa cabang ada pendaftaran ulang sekaligus technical meeting (TM). Termasuk cabang penulisan cerpen (aku ini). BPSMI sudah mewanti-wanti untuk kita semua nggak ikut kesulut emosi. Sabar dan diselesaikan satu persatu.
briefing pertama
Kita juga dikenalkan dengan beberapa Liaison Officer (LO) yang bertanggung jawab untuk kontingen Jatim, salah satunya namanya Mbak Kiki (entahlah lidah ini suka panggil mbak padahal jauhan tua aku, hehehe).

Beres dengan urusan masing-masing, kita diminta persiapan untuk jadwal hari itu. Untuk penulisan cerpen, aku diminta kumpul bareng dengan tangkai lomba lain sekitar jam 2. Pakai seragam hitam-hitam motif batik karena sekalian pembukaan malam.

Baiklah, kali ini aku mau fokus ke kegiatan aku. Bagi kalian yang membaca tulisan ini dan rencananya kalian akan ikut Peksiminas di tahun berapa nanti.. Bisa baca dan perhatikan bagaimana pengalaman aku ini, ya. Mungkin bisa dijadikan pelajaran nanti.
Jadi, untuk cerpen waktu itu diminta daftar ulang sekitar jam 3 (kalau nggak salah) sore gitu pokoknya. Waktu itu aku datang lebih awal. Ruangan buat TM sekaligus lomba Jumat nanti masih sepi. Apapun syarat sudah disiapkan. Salah satunya adalah ID peserta resmi (lihat gambar paling atas yang kuning). ID itu menurut panitia wajib dibawa setiap kita semua ada di serangkaian acara. Entah itu ikut lomba ataupun nonton aja. Jadi nggak boleh ketinggalan.
Pintu ruang lomba dan TM. Masih sepi 
Pemandangan dari jendela depan ruang lomba

Karena datang awal, aku dapat nomor peserta 1. Ya Allah, berat banget nomornya!

Nunggu daftar ulang
Sampai peseta asal Jawa Barat datang (bang Robi) dia ngaji di samping aku. Aduhh wajahnya aja udah kelihatan anak sastra. Ampun, inilah yang dinamakan siap lahir batin. Kalian harus benar-benar siap menghadapi situasi apapun. Selain nulis, mental kalian akan diuji dengan peserta-peserta lain se Indonesia raya. Seru sebenarnya kita ngomong beda logat tiap anak. Tapi terkadang tekanan di situlah makin buat adrenalin kita main.

Suasana TM bareng dewan juri 
Peserta satu persatu datang dan kita semua bisa masuk ke ruang TM. Aku duduk paling belakang, bareng cewek cantik nan angun bernama mbak Bunga. Anak Sragen yang kuliah di UNS (Sebelas Maret, Surakarta). Nah, wong Jowo ketemu wong Jowo. Dengan Mbak Bungalah aku akhirnya lega karena lidahku nggak belibet ngomong bahasa Indonesia terus. Hehehe.. sama Mbak Bunga, aku dengan entengnya ngomong bahasa Jawa medok abis (sedikit halus buat imbangin Jawanya Mbak Bunga. Jatim sedikit lebih keras bahasanya, teman) ditengah orang non Jawa dan di luar tanah Jawa. Hahaha.. lucu sekaligus aneh rasanya. Nggak berhenti disitu, kau ketemu dengan beberapa anak lain yang ajak kenalan. Seperti Fira (Bengkulu) dengan nyentriknya, si anak kedokteran ini friendly banget! Dan kerennya, dia sudah punya buku. Wow! Niatnya mau tukar-tukaran buku, tapi aku pas nggak bawa buku aku *nggak kepikiran juga,sih*. Terus ada juga si Nadia dari Palu dan teman-teman lainnya. Kebanyak dari mereka sudah  ahlinya dibidang tulis-menulis. Nggak sedikit juga yang sudah menerbitkan buku (walaupun kenyataannya aku juga udah punya buku, rasanya tetap beda kalau situasinya begitu, guys!).

Merindinglah.. lawannya nggak sembarangan. Itu yang jadi pressure selanjutnya. Kalian
Tiga dewan juri yang datang adalah Putu Fajar Arcana, Yanusa Nugroho, dan Irianto Ibrahim (beliau juri lokal). Ini adalah pertama kali aku ketemu semuanya. Sebagai perkenalan, semua dewan juri dibacakan CVnya. Karya-karya mereka.. ya Allah, salah satu yang sempat diwanti-wanti oleh para dewan juri (yang master-master itu) kalau jangan minder dulu waktu tahu prestasi mereka.

Tapi gimana lagi coba kalau nggak merinding. Wajah kami semua tegang semua pas ada di hadapan ketiganya. Lama kelamaan suasana dibuat santai karena kita semua diberi pembekalan soal nulis yang baik. Jadi diri sendiri saat nulis dan semua tetek bengeknya. Ini sangat berharga banget!

Satu yang perlu kalian pembaca blog aku yang budiman, sesuai pengalaman Peksiminas tahun 2016 ini, ternyata dewan juri sering menghendaki sesuatu diluar dugaan. Karena kami menulis dan menulis itu harus ada riset mendalam untuk datanya, ternyata eh ternyata.. dari pihak juri meminta ada sesi hunting keliling Kendari untuk cari data bahan menulis pas lomba.

Setelah TM bareng dengan juri

Setelah TM selesai, aku dan yang lainnya kembali ke lokasi pembukaan. Nggak ikut sampai malam, sih. Soalnya harus istirahat khususnya yang akan ada jadwal besoknya (hari Kamis). Ada yang lomba, hunting lokasi seperti aku di pagi, fotografer, dan penulisan puisi yang malam-malam (ngeri nggak tuh, huntingnya malam-malam buat anak puisi),

Nonton pembukaan

Dari ! Selain mental menghadapi atmosfir lomba yang super duper kuat, fisik ternyata dibutuhkan luar biasa di sana.

Di bus perjalanan bareng peserta lain
Begini, hari Kamis sebenarnya free, nggak ada jadwal. Tapi juri minta kita untuk ikut trip/hunting beberapa lokasi di Kendari untuk data tulisan. Dari pagi kami diminta kumpul di depan fakultas MIPA (tempat lomba penulisan) buat nunggu bus. Ada beberapa tempat yang kita datangi seperti hutan Mangrove, pelabuhan, jembatan, lewat jalan-jalan tempat tugu dan pasar-pasar, ke masjid agungnya, museum, salah satu komunitas literasi, sampai yang paling berkesan adalah ke salah satu desa yang ada di atas laut.

Di Tracking Mangrove Pulau Bungkutoko. tempatnya kece banget!

Desa Leppe

Ini Mbak Bunga. Cantik, ya! ^_^

Di pelabuhan Bungkutoko
Rumah penduduk di Kendari

Sempat solat di Masjid Agungnya

Museum Kendari

Rumah Pengetahuan (Rupa) komunitas literasi di Kendari. Lokasinya di kawasan Museum

Seru-seruan jalan-jalan nggak serta merta kita cuma senang-senang. Kita memburu data di setiap tempat yang kita datangi. Foto sana-sini, wawancara penduduk, tanya ini lokasi apa, bagaimana, sampai ngerasai tanah, pegang daun, cari keunikan (yang menurutku paling unik ya rumah-rumah di sana, atapnya pakai atap seng yang sudah merah-merah gitu. Nggak panas coba?)
Kita paling lama di desa Leppe buat tahu kehidupan orang-orang penduduk sana yang sangat bergantung dan menghormati laut. Luar biasa cetita-cerita mereka waktu aku wawancarai. Aku juga sempat main dengan anak-anak di sana.

Sampai malam, akhirnya kami balik ke kampus. terakhir lokasi yang dituju adalah museum. Pak Antok sempat telepon aku di mana kok nggak balik-balik. Sampai akhirnya ketemu lagi di malam hari buat nonton tangkai Tari yang waktu itu pas lomba. Dan penampilan Jawa Timur.. Keren banget!!

Btw, aku sempat lupa kalau besok aku yang lomba. Terpesona nonton tari akhirnya buyar juga waktu ingat harus segera balik ke hotel. Istirahat. Nggak ada waktu buat belajar, nulis, atau apalah buat lomba. Badan terlalu capek, ditambah ingatan-ingatan soal hunting. Dimana nggak cuma data yang berjubel didapat, emosi pak Bram yang nggak suka tempat-tempat yang dikunjungi tangkai penulisan lakon nggak ada yang menarik (hari itu huntingnya, tapi siang). Ya sudahlah, kita akhirnya pasrah.

Aku cuma bisa persiapan apa yang bisa aku persiapkan. Kadung bingung, Buat kalian, yang juga mau ikut Peksiminas, namanya juga persaingan. Namanya omongan ini-itu pasti ada antar peserta. Udah diam aja. Kuatkan diri dan jadi diri sendiri. Karena saat kalian melihat lawan kalian bicara dan melihat kepribadian mereka, keoptimisan mereka, kadang bisa langsung drop. Jujur, aku juga begitu. Mangkanya, kalian jangan, ya! Yang penting, be yourself.

Itu kata pembinaku ^_^

Lanjut di part 3


No comments:

Post a Comment